TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditetapkan menjadi tersangka pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Aktivis KAMI yang ditangkap di antaranya Syahganda Nainggalon, Anton Permana hingga Jumhur Hidayat.
Penetapan tersangka berkaitan dengan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Mereka diduga melanggar pasal tentang ujaran kebencian hingga hoaks di sosial media.
Lantas, apakah penetapan tersangka aktivis KAMI itu sudah sesuai prosedur?
Akademisi Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Galang Taufani memberikan tanggapannya.
Ia mengatakan, penangkapan dan penetapan tersangka menjadi tugas polisi.
"Dalam konteks penangkapan dan penetapan tersangka, kalau dalam dunia hukum tentu masuk dalam konteks hukum acara pidana."
"Kalau kita mengerucut pada hukum kita, tentunya memberi ruang bagi kepolisian untuk melakukan tindakan yang sifatnya operasionalisasi dalam penegakan hukum," ujarnya dalam program Panggung Demokrasi di YouTube Tribunnews.com, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Polisi Disekap dan Dianiaya di Rumah Daerah Bandung, Ada Kaitan dengan KAMI
Baca juga: Catatan Pakar Setahun Pemerintahan Jokowi-Maruf, Soroti Jiwasraya, KAMI, HTI, Buruh dan Cipta Kerja
Sehingga, menurutnya penangkapan dan penetapan tersangka aktivis KAMI memang sudah ada peraturannya.
"Sebetulnya dari sisi hukum itu tidak mengagetkan, karena secara norma diatur demikian," jelasnya.
Galang mengatakan, pihak kepolisian bisa melakukan penahanan hingga penetapan tersangka setelah ada bukti permulaan.
"Saya kira selama itu memiliki bukti permulaan tadi, bisa dilakukan penangkapan dan penahanan sampai penetapan tersangka," katanya.
"Penetapan tersangka itu kewenangan polisi, dan itu sah-sah saja," tambahnya.
Baca juga: Tokoh KAMI Ahmad Yani Nyaris Ditangkap, Polri: Kita Datang Cuma Ngobrol-ngobrol Aja
Baca juga: Ketika Gatot Nurmantyo Bicara Soal Kadrun, KAMI, Capres 2024 Hingga Aktivitasnya Beternak