TRIBUNNEWS.COM - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kamis (15/10/2020) melakukan peluncuran dan deklarasi jejaring Pancamandala bersama dengan puluhan elemen di Provinsi Banten. Acara ini sekaligus ditandai dengan Deklarasi Pembumian Pancasila di Bumi Banten.
Peluncuran dan deklarasi itu dihadiri oleh puluhan peserta yang terdiri dari sejumlah elemen di Banten. Di antaranya berasal dari kalangan Perguruan Tinggi (Akademisi), TNI/Polri, Pemerintahan, tokoh agama, tokoh masyarakat, media massa, hingga organisasi kemasyarakatan.
Selain itu, juga dihadiri langsung Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. KH. Yudian Wahyudi, Gubernur Banten Wahidin Halim, Rektor UIN SMH Banten, Prof. Fauzul Iman, Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerja Sama Elfrida Siregar BPIP, dan Direktur Sosialisasi dan Komunikasi BPIP M. Akbar Hadi Prabowo.
Baca juga: Megawati Soekarnoputri: Pancasila Terus Dibumikan dalam Seluruh Aspek Kehidupan
Dalam sambutannya, Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan, di antara tugas dan fungsi BPIP adalah melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) secara menyeluruh dan berkelanjutan serta melaksanakan sosialisasi/kerja sama/hubungan antar lembaga tinggi negara, Kementerian/Lembaga, Pemda, Ormas, dan berbagai komponen masyarakat lainnya.
Karena itu, jejaring Pancamandala adalah bagian dari ikhtiar BPIP untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam pengendalian PIP secara sinergis, efektif, efisien dan berdampak luas.
"Kenapa Pancamandala? Panca melambangkan kelima sila. Mandala adalah konsep geometris yang ada dalam berbagai tradisi spiritual dunia yang merepresentasikan kosmos secara simbolik. Sebagai simbol dari kosmos atau semesta yang besar, mandala menyiratkan makna keutuhan (wholeness) yang menyambungkan “the finite” (jasadiah, sensible things) dengan “the infinite” (ruhaniah, beyond the sensible)," kata Yudian saat membuka acara Deklarasi Pembumian Pancasila di Bumi Banten di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Jalan Jendral Sudirman, Panancangan Cipocok Jaya, Sumurpecung, Serang, Banten, Kamis (15/10).
Menurut Yudian, gambaran ini sesuai dengan kompleksitas ancaman dan persoalan kebangsaan kekinian. Yaitu, perlunya melihat persoalan itu secara utuh, menimbang kelebihan dan kekurangan yang ada demi mencari pemecahan yang komprehensif atas tantangan tersebut.
Sementara, persoalan yang menjadi tantangan saat ini adalah tingginya angka penyalahgunaan narkoba, kemiskinan yang meningkat setelah pandemi, dan kekhawatiran meningkatnya intoleransi dan ancaman terhadap kerukunan umat beragama.
Namun, di sisi lain, kita juga melihat banyak prakarsa positif dan best practice di berbagai tingkatan masyarakat dalam penanganan problem sosial, diantaranya yaitu program-program pemerintah seperti Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) menjadi platform inklusi sosial terutama untuk warga miskin.
"Tak kurang 14 juta orang miskin dilindungi dalam JKN-KIS dan terhindar dari kemiskinan yang lebih parah," kata Yudian.
Menurutnya, tokoh-tokoh agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai daerah menjadi pilar penting harmoni sosial. Selanjutnya, perguruan Tinggi merumuskan kurikulum yang tidak hanya meningkatkan skill untuk berkompetisi di dunia kerja, tetapi juga membentuk ketangguhan karakter alumni yang resilient dan berwawasan nusantara.
Selanjutnya, program-program sosialisasi dan pembinaan ideologi Pancasila yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Masyarakat (Kesbangpolmas) membantu terciptanya ketertiban sosial. Kemudian, dunia usaha yang menyerap tenaga kerja dan memberikan upah yang layak turut menciptakan “rasa aman” di tingkat pekerja maupun komunitas.
Lalu, semangat berbagi yang tinggi di tingkat komunitas yang ditunjukkan oleh prinsip “jogo tonggo” (jaga tetangga) untuk saling menolong di saat pandemi.
"Seperti mengikat sayuran dan lauk di pagar kantor kelurahan yang bisa diambil secara cuma-cuma untuk yang membutuhkan atau gerakan kebun komunitas," kata Yudian.
Karena itu, pemilik dan pengasuh Pondok Pesantren Nawasea Yogya ini mengatakan, pihaknya ingin merangkum beragam pengalaman, inovasi, terobosan di berbagai level masyarakat dalam jejaring yang disebut Jejaring Pancamandala. "Kami berharap jejaring ini menjadi wadah berkumpul, berbagi tips, berkoordinasi, bekerja sama dalam rangka menjaga harmoni sosial, utamanya terkait Pembinaan Ideologi Pancasila. Melalui wadah ini, apa yang sebelumnya tidak tampak karena bekerja sendiri-sendiri, setelah berjejaring menjadi pengalaman yang nyata dalam pemecahan problem sosial," katanya.