Setelah perkenalan itu, EB dan UD sempat saling mengenal.
EB pun mengaku tahu jika suaminya sempat bekerja menjadi buruh di Bali.
Dari perkenalan itu, EB yakin UD bisa menjadi tulang punggung keluarga.
EB mengaku dirinya memang sosok pelajar yang malas sekolah sejak sebelum Covid-19 mewabah di Indonesia.
Walau begitu sebenarnya ia masih menyimpan keinginan untuk bersekolah.
"Saya ini pemalas, sering ndak masuk sekolah sebelum Covid-19. Sulit belajar karena hanya tinggal dengan nenek saja, tapi saya mau sekolah lagi," katanya.
Dispensasi pernikahan dini Sementara itu, Kepala Dusun Kumbak Dalem, Abdul Hanan mengatakan, pernikahan EB dan UD memang sengaja tidak dilaporkan ke pemerintah desa dan Kantor Urusan Agama.
Alasannya, pihak desa khawatir jika kedua remaja ini dipisahkan, akan menjadi masalah baru di desa.
"Untuk melaporkan ke pihak pemerintah kami tidak berani karena kedua pasangan berusia di bawah umur. Akhirnya kita nikahkan secara kekeluargaan saja, yang penting sah menurut agama," kata Hanan.
Pernikahan EB dan UD menambah daftar kasus pernikahan usia dini di NTB.
Dari penelusuran data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, jumlah dispensasi pernikahan di Pengadilan Agama NTB tercatat 522 kasus.
Dispenasi diberikan karena yang menikah masih di bawah umur baik laki-laki maupun perempuan.
(TribunJakarta.com/Kompas.com)