Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi saksi dan korban dalan peristiwa tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa Kabupaten Intan Jaya pada September 2020 lalu.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu juga menyatakan LPSK juga siap melindungi saksi dan korban dalam peristiwa pembunuhan lainnya yang menewaskan personel TNI Serka Sahlan dan Pratu Dwi Akbar dalam rangkaian peristiwa kekerasan di Kabupaten Intan Jaya pada bulan September 2020.
Hal itu disampaikan Edwin dalam tayangan di kanal Youtube resmi Kemenko Polhukam yang diunggah pada Selasa (27/10/2020).
Baca juga: LPSK Persilakan Korban Kekerasan Demonstrasi UU Cipta Kerja Ajukan Perlindungan
"Sebagai LPSK kami juga siap memberikan dukungan, memberikan perlindungan kepada para saksi dan korbannya dalam proses hukum yang akan berlanjut di masa yang akan datang," kata Edwin.
Edwin yang merupakan anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Intan Jaya itu berharap pemerintah dapat menindaklanjuti kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan dalam laporan TGPF Intan Jaya.
Edwim berharap berdasarkan kesimpulan dan laporan yang disusun TGPF Intan Jaya ada perhatian lebih terhadap Papua khususnya Kabupaten Intan Jaya.
Dalam hal ini, kata Edwin, khususnya ia berharap agar tingkat kekeraaan bisa ditekan seminimal mungkin di Kabupaten Intan Jaya.
Baca juga: Seorang Anggota KKSB di Intan Jaya Tewas, Dokumen Struktur Organisasi dan Senjata Api Disita
"Kami juga mendorong agar dialog damai dengan mereka yang dianggap bersebarangan dengan pihak pemerintah itu juga bisa dilakukan sebagai upaya mengakomodir mereka masuk ke dalam bagian NKRI dan tentu kami punya harapan yang besar, kasus yang dialami Serka Sahlan, Pratu Dwi, dan Yeremia Zanambani bisa diungkap dalam proses hukum sehingga bisa mendapat keadilan dalam proses hukum tersebut," kata Edwin.
Diberitakan sebelumnya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Intan Jaya menemukan adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus tewasnya Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020 lalu.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD selaku penanggung jawab tim tersebut mengungkapkan dugaan tersebut didasarkan pada informasi dan fakta yang ditemui tim di lapangan.
Mahfud mengatakan informasi dan fakta yang mengarah ke dugaan tersebut telah termuat di dalam laporan TGPG Intan Jaya yang telah diterimanya.
Informasi dan fakta tersebut di antaranya nama terduga pelaku, jumlah terduga pelaku, serta informasi detil lainnya.
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat," kata Mahfud saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Rabu (21/10/2020).
Namun demikian pihaknya tetap membuka kemungkinan adanya dugaan adanya keterlibatan pihak ketiga dalam kasus tersebut.
Mahfud mengungkapkan dugaan adanya pihak ketiga tersebut didasarkan adanya kemungkinan pembunuhan dilakukan oleh Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) sehingga KKSB bisa menuding aparat yang melakukan hal tersebut.
"Meskipun ada juga kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga," kata Mahfud.
Selain itu, kata Mahfud, informasi dan fakta-fakta yang dihimpun tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB dalam peristiwa pembunuhan terhadap dua aparat, yakni Serka Sahlan pada tanggal 17 September 2020 dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada tanggal 19 September 2020.
Demikian pula, kata Mahfud, dengan kasus terbunuhnya seorang warga sipil atas nama Badawi pada tanggal 17 September 2020.
Untuk selanjutnya, kata Mahfud, pemerintah akan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku, baik hukum pidana maupun hukum administrasi negara.
Sejauh menyangkut tindak pidana berupa kekerasan dan atau pembunuhan, kata Mahfud, pemerintah meminta Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu dan untuk itu pemerintah meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mengawal prosesnya lebih lanjut.
"Adapun yang menyangkut hukum administrasi negara, Menko Polhukam menyerahkannya kepada institusi terkait untuk diselesaikan, agar mengambil tindakan seuai hukum yang berlaku pula," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan TGPF bertugas mencari dan menemukan fakta terhadap peristiwa kekerasan dan penembakan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya dengan didukung data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencari informasi yang benar dan objektif untuk kemudian disampaikan kepada Pemerintah dan masyarakat.
"Tugas TGPF berbeda dengan tugas aparat penegak hukum yang diatur dalam Undang-Undang. Hasil pengumpulan data dan informasi ini untuk membuat terang peristiwa, bukan untuk kepentingan pembuktian hukum (pro justitia). Pembuktian hukum pun menjadi ranah aparat penegak hukum," kata Mahfud.