News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Jiwasraya

Rekam Jejak 6 Terdakwa Korupsi Jiwasraya yang Divonis Hukuman Seumur Hidup

Penulis: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (3/6/2020). Sidang perdana kasus korupsi Jiwasraya tersebut beragendakan pembacaan dakwaan untuk enam orang terdakwa yaitu Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartomo Tirto. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya divonis seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Mereka adalah eks Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Kemudian Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

3 eks direksi Jiwasraya

Trio mantan direksi PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan divonis Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/2020) malam.

Ketiganya dinyatakan terbukti bersama-sama melakukan korupsi sebesar Rp 16,8 triliun.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer," kata Ketua Majelis Hakim Susanti membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/2020) malam.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan hukuman pidana penjara seumur hidup," tegasnya.

Baca juga: Divonis Penjara Seumur Hidup di Kasus Jiwasraya, Ini Sepak Terjang Pengusaha Benny Tjokro

Dalam menjatuhkan hukuman terhadap para terdakwa, Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan.

Untuk hal yang memberatkan, terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Dan perbuatannya berimplikasi pada kesulitan ekonomi terhadap para peserta PT Asuransi Jiwasraya.

Baca juga: Putusan Heru Hidayat Dinilai Tidak Berdasarkan Fakta Persidangan dalam Kasus Jiwasraya

"Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif dalam persidangan. Serta terdakwa belum pernah dihukum," ucap Hakim.

Hukuman terhadap Hendrisman dan Syahmirwan lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung.

Hendrisman dituntut pidana 20 tahun penjara.

Ia juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga: Profil Lengkap Benny Tjokrosaputro Tersangka Kasus Korupsi Jiwasraya

Sementara, Syahmirwan dituntut pidana 18 tahun penjara.

Ia juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Sedangkan, Hary Prasetyo dituntut pidana seumur hidup dan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Joko Hartono Tirto, Benny Tjokrosaputro,  dan Heru Hidayat

Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto divonis bersalah melakukan korupsi yang rugikan keuangan negara senilai Rp 16,807 triliun dalam kasus Jiwasraya.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Joko Hartono Tirto secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” kata Ketua Majelis Hakim Rosmina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/10/2020) malam.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama seumur hidup," sambungnya.

Putusan tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Joko dihukum penjara seumur hidup dan dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara.

Atas tindakannya itu, Joko dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian,  Benny Tjokro dan Heru Hidayat divonis Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10/2020).

Majelis Hakim menyatakan Benny Tjokro terbukti secara sah dan meyakinkan bersama sejumlah pihak lain bersalah telah melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.

Tak hanya itu, Majelis Hakim menyatakan Benny Tjokro telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan terhadap Benny Tjokro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10/2020) malam.

Tak hanya pidana penjara seumur hidup, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Benny Tjokro berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp6.078.500.000.000.

"Jaksa akan menyita harta benda Benny Tjokro dan melelangnya untuk menutupi uang pengganti jika dalam waktu sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Benny Tjokro belum juga membayar uang pengganti," kata Hakim Rosmina.

Baca juga: Kasus Jiwasraya, Heru Hidayat Dituntut Seumur Hidup dan Bayar Uang Pengganti Rp 10,7 Triliun

Hukuman terhadap Benny sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung Agung.

Dalam menjatuhkan hukuman tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal.

Untuk hal yang memberatkan, Majelis Hakim menilai perbuatan Benny Tjokro merupakan tindak pidana korupsi secara terorganisir dengan baik sehingga sulit untuk diungkap.

Selain itu, Benny Tjokro menggunakan pihak lain dalam jumlah banyak dan nominee.

"Bahkan terdakwa menggunakan KTP palsu untuk menjadikan nominee," kata Hakim Rosmina.

Benny Tjokro dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Majelis Hakim menyatakan Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersama sejumlah pihak lain bersalah telah melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.

Tak hanya itu, Majelis Hakim menyatakan Heru Hidayat telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan terhadap Heru Hidayat di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10/2020) malam.

Hakim juga menghukum Heru dengan pidana uang pengganti senilai Rp10.728.783.335.000.

Baca juga: Pieter Rasiman Ditetapkan Sebagai Tersangka Baru dalam Kasus Jiwasraya

Jika uang pengganti itu tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah inkrah, maka harta benda Heru akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutup uang pengganti.

Dalam pertimbangannya, Hakim menuturkan hal-hal yang memberatkan antara lain Heru dinilai melakukan korupsi secara terorganisir dengan baik sehingga sangat sulit mengungkap perbuatannya.

Heru Hidayat juga dinilai menggunakan tangan lain dalam jumlah banyak dan nominee.

Hakim menyebut Heru juga dinilai menggunakan hasil korupsi untuk berfoya-foya untuk membayar judi.

"Perbuatan dilakukan dalam jangka waktu lama dan menimbulkan kerugian negara yang besar.Perbuatan terdakwa menggunakan pengetahuan yg dimiliki merusak pasar modal, menghilangkan kepercayaan masyarakat dalam dunia perasuransian," kata Hakim.

Sementara itu, untuk hal meringankan, Heru dinilai bersikap sopan, menjadi kepala keluarga.

Hanya saja, Heru dinilai tidak mengakui perbuatannya, sehingga peetimbangan meringankan berupa perlakuan sopan dan kepala keluarga hilang.

Benny Tjokro dan Heru Hidayat terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selain itu, keduanya juga terbukti melanggar Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sosok kelima terdakwa:

1. Benny Tjokrosaputro

Dikutip dari laman Kontan, Benny Tjokro merupakan cucu pendiri grup usaha Batik Keris Solo.

Ia masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun 2018.

Benny ditempatkan Forbes di urutan ke-43.

Majalah bisnis itu menaksir kekayaan pria yang lahir pada 15 Mei 1969 di Solo atau Surakarta ini mencapai US$ 670 juta.

Awali Bisnis

Masih mengutip Kontan, Benny mengawali petualangannya di dunia bisnis dengan bermain saham.

Di dunia saham, nama Benny sudah tak asing lagi.

Benny memulai aktivitas investasinya di pasar modal sejak duduk di bangku kuliah.

Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Trisaksi tersebut kenal dunia saham lantaran diajak sesama rekan-rekan kuliahnya.

Benny Tjokrosaputro.

Saham PT Bank Ficorinvest Tbk merupakan portofolio pertama yang dibeli Benny bermodal tabungan uang saku kuliah. Dia membelinya langsung di pasar perdana, alias saat Ficorinvest melantai di bursa efek.

Gara-gara bermain saham, Benny sempat dimarahi ayahnya, Handoko Tjokrosaputro.

Ayahnya menilai bermain saham sama dengan berjudi.

Namun pria yang mengaku otodidak belajar saham ini di kemudian hari mampu membuktikan kesuksesan jalan hidupnya.

"Gara-gara kegatelan bermain saham, saya dikasih pekerjaan oleh bapak saya. Saya pernah disuruh mengurusi Keris Gallery (Keris Gallery Department Store). Disuruh ngurusin pertanian, juga pernah. Disuruh dagang semen sampai ke Timor Timor, pernah. Bangun rumah, pernah. Bikin pom bensin, pernah. Bebasin tanah, pernah. Jadi pengalaman saya sudah macam-macam," katanya kepada Kontan.

Namun, meski diberi berbagai pekerjaan oleh ayahnya, Benny tetap bermain saham.

Dengan mengendarai PT Hanson International Tbk (MYRX), Benny merambah bisnis properti residensial di pinggir Barat Jakarta.

Sebagai catatan, perusahaan yang berkantor di Mayapada Tower 1 lantai 21 Jalan Jenderal Sudirman itu mencatatkan saham perdana pada 31 Oktober 1990.

Kebutuhan lahan bagi ekspansi pabrik Batik Keris, menjadi awal perkenalan keluarga besar Benny pada bisnis properti.

Proyek perumahan Solo Baru menjadi master piece dan tonggak sejarah kemunculan Batik Keris saat itu.

Karakter Benny yang berani mengambil risiko (take risk), di mata sang ayah tampak tepat menggeluti bisnis properti.

Dan memang, insting Handoko Tjokrosaputro terhadap anak sulungnya terebut kemudian terbukti.

2. Heru Hidayat

Berdasarkan data dari situs resmi Trada Alam Minera (TRAM), Heru Hidayat menjabat sebagai Komisaris Utama (Komut).

Jabatan heru sebagai Komisaris Utama berlangsung selama lima tahun.

Hal tersebut berdasarkan Akta Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Nomor 14 Tanggal 19 Oktober 2017.

Ia memiliki gelar Sarjana Teknik Industri.

Terdaftar sebagai Alumni Universitas Surabaya pada 1994.

Heru juga merangkap jabatan sebagai Direktur di PT Pairideza Bara Abadi sejak 2014.

Heru juga menjabat sebagai Direktur di PT Maxima Integra Investama sejak 2014.

Heru Hidayat

Selain sebagai Komisaris Utama di Trada Alam Minera, Heru juga mejadi Komisaris di Emiten.

Emiten adalah perusahaan ikan arwana, yakni PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP).

Saham PT Inti Agri Resources juga dimiliki oleh PT Asabri (Persero).

Diketahui besaran sahamnya sekira 5,44 persen.

Sementara itu, masih dilansir dari situs resmi Trada Alam Minera, saham publik milik Heru sekira 88,26 persen terhitung per 31 Desember 2019.

3. Hary Prasetyo

Hary Prasetyo diketahui diangkat menjadi Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya pada usia relatif muda.

Ia mulai menjabat Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya pada 15 Januari 2008 saat dirinya berusia 38 tahun.

Sebelum menjadi Direktur Keuangan PT Jiwasraya, Hary Prasetyo berkarir sebagai profesional di sektor swasta selama 12 tahun.

Termasuk dirinya pernah mengelola perusahaan yang didirikannya bersama beberapa rekan, setelah menamatkan pendidikan dan meraih gelar Bachelor of Business Administration (BBA) Finance dari Pittsburg State University, Pittsburg-Kansas, Amerika Serikat.

Hal tersebut terungkap dalam artikel tanggal 8 Mei 2014 di laman Jiwasraya yang berjudul, Hary Prasetyo: Ingin Leih Bermanfaat dan Berguna.

Tahun 2007 ia masih gabung di Lautandhana.

Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo.

Pada awal September, ia mendapat panggilan pertama untuk proses seleksi yang akhirnya mengantarkan dia ke kursi Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya hingga saat ini.

Ia adalah pemegang gelar akademik Master of Business Administration (MBA) General Business, dari City University, Portland-Oregon, Amerika Serikat tahun 1997.

Ini adalah pengalaman perdananya.

Hary merasa harus belajar asuransi dari nol dan dalam waktu sesingkat mungkin.

Karena selama karirnya sebagai profesional, dia tak pernah bersinggungan langsung dengan industri asusransi.

Dia benar-benar orang pasar modal, dimulai dari perusahaan yang didirikannya seusai meraih gelar bachelor di Amerika Serikat, yakni PT Dhana Wibawa Arta Cemerlang.

Kemudian Hary gabung dengan PT Artha Graha Sentral selepas menyelesaikan pendidikan S2, selanjutnya ke PT Trimegah Securities Tbk.

Sempat bergabung dua setengah tahun di PT Batasa Capital sehingga sempat mengenal keuangan syariah.

Kemudian Hary bergabung dengan PT Lautandhana Investment Management sejak Maret 2005 hingga Januari 2008 dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Utama.

Meskipun sangat menikmati pekerjaannya sebagai eksekutif di perusahaan asuransi, Hary Prasetyo tak dapat melupakan cinta pertamanya yakni industri pasar modal.

Dia merupakan pemegang lisensi sebagai wakil manajer investasi (WMI) yang dikantonginya sejak tanggal 1 September 2005.

3. Hendrisman Rahim

Berdasarkan data yang diperoleh melalui laman AAJI, diketahui Hendrisman Rahim lahir di Palembang pada 18 Oktober 1955.

Pria kelahiran Palembang itu merupakan alumni dari Universitas Indonesia.

Ia berhasil lulus dari jurusan Matematika.

Hendrisman diketahui mendapat gelar Master of Art dalam bidang Aktuaria dari Ball State University, Muncie, Indiana, USA.

Ia diangkat sebagai Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada tanggal 15 Januari 2008.

Sebelum diamankan aparat berwajib, ia juga menjabat sebagai Komisaris Utama Asrinda Asthasangga Reinsurance Broker.

Diketahui, Hendrisman memulai karirnya di industri asuransi sebagai Calon Pegawai Negeri Bagian Servis dan Analis di INDORE.

mantan Direktur Utama PT. Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim.

Ia menjadi Direktur Utama ReINDO, pada 2000-2008.

Hendrisman tercatat juga aktif berkegiatan pada AAJI sebagai Ketua Umum.

Ia juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI).

Selain itu ia juga diketahui menjadi Ketua Majelis Persatuan Aktuaris Indoensia (PAI).

Tak hanya itu, ia juga merupakan Ketua Yayasan Asuransi Indonesia (YAI).

Data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Sementara dilihat dari data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendrisman memiliki total harta sebesar Rp 17.354.585.093.

Bila dirinci, aset Hendrisman berupa empat properti tanah dan bangunan yang tersebar di Tangerang, Bekasi, dan Jakarta Pusat.

Aset tersebut nilainya mencapai Rp 3.863.079.000.

Selain itu, Hendrisman juga memiliki deretan kendaraan mewah satu Mobil merek Lexus, dua Mercedes Benz, satu Toyota Alphard, dan satu Lexus Jeep.

Dalam laporan harta kekayaan yang dilaporkan tahun 2018 itu, Hendrisman juga melaporkan kepemilikan tiga unit motor gede atau moge Harley Davidson.

Hendrisman memang diketahui hobi melakukan touring menunggangi moge Harley Davidson dalam beberapa kesempatan.

Total harta bergerak dimilikinya sebesar Rp 2.850.000.000.

Harta Hendrisman lainnya berupa aset bergerak senilai Rp 700.000.000.

Surat berharga sebanyak Rp 3.319.635.000.

Simpanan senilai Rp 5.971.871.093.

Harta lainnya sejumlah Rp 650.000.000.

5. Syahmirwan

Syahmirwan diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya.

Pria kelahiran Jakarta 15 Mei 1964 tersebut memperoleh gelar sarjana akuntansi dari Universitas Borobudur Jakarta pada tahun 1992.

Ia tercatat pernah menjabat sebagai General Manager Produksi dan Keuangan Sejak tahun
2014.

Mantan kepala divisi investasi Jiwasraya, Syahmirwan.

Dikutip dari elhkpn.kpk.go.id, Syahmirwan terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 2017 silam dengan mencantumkan jabatannya sebagai General Manager Produksi dan Keuangan di Jiwasraya.

Total, Syahmirwan memiliki harta kekayaan sebanyak Rp 22.383.388.865.

Dengan rincian, akumulasi tanah dan bangunan miliknya sebanyak Rp 7.474.850.000, alat transportasi dan mesin sebanyak Rp 501.000.000. Kemudian, harta bergerak lainnya sebanyak Rp 33.000.000, surat berharga Rp 5.394.890.000, kas dan setara kas Rp 7.075.639.594, dan harta lainnya berjumlah Rp 2.000.000.000. Dia tercatat memiliki utang sebanyak Rp 95.990.729.

6. Joko Hartono Tirto

Tidak banyak informasi tentang sosok Joko Hartono Tirto.

Namun, dalam kasus korupsi Jiwasraya Joko Hartono Tirto mempunya peran penting sebagai 'penggoreng' saham.

Joko Tirto dinilai hakim memanfaatkan kedekatannya dengan terdakwa lain, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo.

Menurut majelis hakim, Joko lalu menggunakan cara-cara yang licik seolah ingin membebaskan Jiwasraya dari kebangkrutan.

Terdakwa Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono (kiri)

Namun, malah menyebabkan kerugian yang semakin besar.

Lalu, perbuatan korupsi tersebut sudah dilakukan dalam waktu yang cukup panjang yaitu 10 tahun.

Perbuatan itu baru berhenti setelah adanya pergantian jajaran direksi.

Kemudian, jabatan terdakwa sebagai advisor PT Maxima Integra dinilai hanya untuk mempermudah Joko dalam melakukan aksinya.

Perbuatan Joko juga dinilai merusak dunia pasar modal, menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi, serta menyebabkan kerugian langsung terhadap masyarakat khususnya nasabah asuransi.

(Tribunnews.com/ kompas.com/ kontan/ Tribunjatim/ ilham/ malau/ Dandy Bayu Bramasta/ Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini