Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah menyebut kaum milenial adalah generasi baru yang menyaksikan negara maupun dunia mengalami perubahan.
Termasuk, kondisi krisis berlarut akibat pandemi Covid-19 saat ini.
Menurutnya, disrupsi oleh pandemi Covid-19 dan teknologi, telah menciptakan kegalauan yang masif bagi generasi milenial.
Baca juga: Soal Megawati Pertanyakan Sumbangsih Milenial untuk Negara, Fahri Hamzah: Mereka Tak Bisa Disalahkan
Baca juga: Setelah Fahri Hamzah, Giliran Fadli Zon Dukung Bobby Menantu Jokowi di Pilkada Medan
Sehingga generasi milenial sekarang lagi mencari siapa panutannya yang harus didengar, dan menentukan ke mana menuju dan melangkah.
"Ada baiknya untuk memahami dan menyadari bahwa jangan-jangan kegagalannya ada pada generasi yang seharusnya menjadi suri teladan," ucap Fahri dalam keterangannya, Jakarta, Senin (2/11/2020).
"Contoh yang setiap hari ditiru dan dilihat baik itu kata-katanya, aksi, maupun polanya di dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, introspeksi paling besar harus dilakukan oleh politisi," sambungnya.
Fahri menyebut, kalau politikus yang diberi amanat untuk menjadi pendidik politik dan bangsa, diberi anggaran, akses kekuasaan, maupun uang negara untuk melakukan itu, harus menjadi panutan bagi generasi mileneal, bukan sebaliknya.
"Jadi amanat pertama adalah kepada para pemimpin politik. Kalau sekarang ini menyaksikan milenial galau dan tidak sesuai dengan pandangan-pandangan politisi, di satu sisi itu adalah watak dari sebuah perubahan. Namun, yang penting adalah apakah kita (politisi) sudah memberi contoh yang cukup sehingga ekspektasi tentang kaum milenial itu memadai," ujarnya.
Ia menambahkan amanat yang kedua adalah kepada tokoh dan agamawan.
Sebab, kata Fahri, tokoh dan agamawan juga punya mekanisme, serta medium untuk membimbing kaum milenial agar mereka memegang jati dirinya, maupun tuntunannya di dalam melangkah ke depan.
"Jadi kaum milenial itu tidak bisa disalahkan. Mereka tumbuh dengan zaman, ada kompleksitas yang mempengaruhi mereka," katanya.
Oleh sebab itu, politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mengingatkan, politisi tidak boleh menanyakan apa yang sudah generasi milenial lakukan.
Karena generasi milenial akan bertanya balik, apa yang sudah dicontohkan kepada mereka.
"Apakah politisi sudah berbuat cukup untuk menjelaskan kepada kaum milenial tentang mimpi bersama, beginilah cara melangkah ke depan. Saya kira, kalau pemimpin juga mengalami disorientasi, politisi mengalami kegalauan, maka tentu kegalauan itu akan lebih masif ke bawah," kata Fahri.
Fahri melihat, faktanya sekarang kaum milenial tidak mau mendengar siapa dan lebih memilih gadget, yang di dalamnya ada ribuan fitur bisa dipilih kaum milenial.
Oleh sebab itu, Fahri menilai kesalahan para elite adalah tidak mendominasi cuaca kehidupan dengan alternatif yang baik.
Padahal, ujar dia, politik diselenggarakan supaya orang punya alternatif pilihan yang baik, dan bahkan kekuasaan itu diselenggarakan agar kaum milenial memiliki alternatif yang baik untuk menyongsong masa depan mereka.
"Bukan kemudian alternatif yang kosong atau bahkan yang berkembang adalah alternatif yang negatif. Jadi bila ada yang harus disalahkan maka salahkan pemimpin," ucap Fahri.
"Dia akan bertanggung jawab terhadap keadaan rakyatnya maupun bangsanya. Ini introspeksi bagi semua, terutama yang senior," sambung Fahri.