"Dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI, pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya," kata Karyoto.
Diungkapkan, Budiman Saleh menerima kuasa dari Budi Santoso selaku Dirut PT Dirgantara Indonesia untuk menandatangani perjanjian kemitraan dengan mitra penjualan.
Selain itu, Budiman Saleh diduga memerintahkan Kepala Divisi Penjualan agar memproses lebih lanjut tagihan dari mitra penjualan meskipun mengetahui bahwa mitra penjualan tidak melakukan pekerjaan pemasaran.
Dari tindak pidana yang diduga dilakukan sejumlah pihak di PT Dirgantara Indonesia itu keuangan negara ditaksir dirugikan senilai Rp202.196.497.761 dan 8.650.945,27 dolar AS.
"Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp315 miliar dengan asumsi kurs 1 USD adalah Rp14.600," kata Karyoto.
Budiman Saleh sendiri diduga mendapat aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif sebesar Rp686.185.000.
Baca juga: Penjelasan KPK Terkait Terdakwa Herry Nurhayat yang Keluar dari Tahanan
Dalam proses penyidikan sejauh ini, KPK telah memeriksa saksi sebanyak 108 orang dan telah menyita uang serta properti dengan nilai sebesar kurang lebih Rp40 miliar.
"Dalam perkara ini KPK telah memeriksa saksi sebanyak 108 orang dan telah melakukan penyitaan uang serta properti dengan nilai sebesar kurang lebih Rp40 miliar," katanya.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Budiman Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sementara, Budi Santoso dan Irzal Rizaldi Zailani kini tengah menjalani persidangan.
Dalam dakwaan jaksa, kedua terdakwa bersama sejumlah pihak, diduga melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri. Sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum.
Yaitu melakukan kontrak perjanjian secara fiktif dengan mitra penjualan untuk memasarkan produk dan jasa PT DI kepada Badan SAR Nasional (Basarnas), Kementerian Pertahanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kepolisian Udara, Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad), Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal), dan Sekretariat Negara.
"Perbuatan tersebut bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ariawan Agustiartono," di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas I Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Senin (2/11/2020).
Antara lain Pasal 5 ayat 3 dan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).