News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dinyatakan Bersalah di PTUN, Jaksa Agung Melawan Ajukan Banding, Jokowi Diminta Tegur Jaksa Agung

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaksa Agung ST Burhanuddin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ucapan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang mengatakan tragedi Semanggi bukan pelanggaran HAM berat berbuntut panjang.

Pernyataan itu dilontarkan ST Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI pada Kamis, 16 Januari 2020.

Tidak hanya banjir kritikan setelah menyatakan bahwa tragedi Semanggi I dan Semanggi I bukan pelanggaran HAM berat.

ST Burhanuddin juga digugat ke PTUN oleh keluarga korban tragedi Semanggi pada 12 Mei 2020 lalu.

Sejumlah mahasiswa Universitas Atma Jaya menaburkan bunga dan menyalakan lilin ketika mempringati Tragedi Semanggi I ke 15 tahun di Kampus Universtias Atma Jaya, Jalan Sudirman, JakartaSelatan, Rabu (13/11/2013). Mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas tragedi yang menewaskan sejumlah mahasiswa saat berdemontrasi menggulingkan pemerintahan Orde Baru pada 11-13 November 1998 lalu itu. (WARTAKOTA/Henry Lopulalan) (Warta Kota/henry lopulalan)

Jaksa Agung ST Burhanuddin dinyatakan bersalah

Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Jaksa Agung RI ST Burhannudin dinyatakan bersalah dalam sidang gugatan pernyataan 'Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat'.

Jaksa Agung RI dinyatakan bersalah di dalam putusan nomor 99/G/TF/2020/PTUN.JKT yang diketok pada Rabu (4/11/2020).

Putusan itu ditandatangani oleh Hakim Ketua Andi Muh Ali Rahman dan Umar Dani sebagai Hakim Anggota.

Seluruh gugatan penggugat, keluarga tragedi Semanggi dikabulkan

Dalam amar putusannya, majelis hakim juga mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya.

"Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya," sebagaimana dikutip dalam putusan perkara yang diunggah secara online (sistem e-court) pada Rabu (4/11/2020).

Peringatan Tragedi Semanggi - Front Aksi Mahasiswa Semanggi (FAMSI) yang terdiri dari gabungan mahasiswa Atmajaya dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), berunjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Agung, memperingati 12 tahun tragedi Semanggi, Jumat (12/11/2010). (Dany Permana/Tribunnews.com)

Dalam putusan itu, tindakan Jaksa Agung RI yang menyebutkan Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat merupakan tindakan melawan hukum.

Pernyataan tersebut disampaikan Burhanuddin saat rapat kerja antara Komisi III DPR RI pada 16 Januari 2016 lalu.

"Menyatakan Tindakan Pemerintah yang dilakukan TERGUGAT berupa Penyampaian dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari 2020, yang menyampaikan: "Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya KOMNAS HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM" adalah Perbuatan Melawan Hukum Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan," jelas putusan tersebut.

Jaksa Agung ST Burhanuddin diwajibkan buat pernyataan yang sebenarnya dan bayar biaya perkara Rp 285.000

Lebih lanjut, Jaksa Agung RI juga diwajibkan untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya.

"Selain itu menghukum untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 285.000," tutup putusan tersebut.

Jaksa Agung ST Burhanuddin ajukan banding

Jaksa Pengacara Negara (JPN) memastikan akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN) Jakarta dalam gugatan terhadap Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin.

PTUN Jakarta sebelumnya menyatakan pernyataan Jaksa Agung terkait peristiwa Semanggi I dan II sebagai perbuatan melawan hukum.

"Yang pasti akan melakukan upaya hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020).

Baca juga: Legislator Gerindra: Jaksa Agung Perlu Ajukan Banding

Ia menuturkan, JPN selaku kuasa Jaksa Agung menghormati putusan tersebut.

Namun, menurutnya, ada hal yang dirasa tidak tepat dari putusan majelis hakim PTUN Jakarta.

Untuk itu, JPN sedang mempelajari putusan terlebih dahulu.

“Karena putusan tersebut dirasakan tidak tepat, maka tim JPN selaku kuasa tergugat akan mempelajari terlebih dahulu atas isi putusan tersebut,” ucap dia.

Adapun pihak keluarga korban yang melayangkan gugatan yaitu Maria Katarina Sumarsih, ibunda almarhum Bernardinus Realino Norma Irmawan, dan Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Hap.

Presiden Jokowi diminta tegur Jaksa Agung

Presiden Joko Widodo diminta menegur Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin setelah perbuatannya dinyatakan melawan hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN) Jakarta.

Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah pernyataan Jaksa Agung bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran berat HAM.

“Kami meminta untuk presiden juga turun tangan menegur jaksa agungnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama,” kata Isnur kuasa hukum keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II selaku penggugat dalam konferensi pers daring, Rabu (4/11/2020).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan keterangan pers terkait pidato Presiden Prancis Emmanuel Macron. (tangkapan layar di kanal YouTube Sekretariat Presiden)

Menurutnya, tindakan yang dilakukan Jaksa Agung tersebut bukan kesalahan administrasi, melainkan termasuk kategori cukup berat.

Untuk itu, ia pun menilai kesalahan itu harus segera diperbaiki.

Setelah PTUN Jakarta memutus gugatan tersebut, Isnur berharap Jaksa Agung tidak mengajukan banding dan segera menjalankan putusan hakim.

Isnur juga meminta Jaksa Agung menegaskan kemauan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Anggota Komisi III minta Jaksa Agung Tak Ajukan Banding

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal pernyataan 'Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat'.

Diketahui, Majelis hakim PTUN Jakarta memutuskan Jaksa Agung RI ST Burhannudin dinyatakan bersalah dalam sidang gugatan pernyataan 'Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat'.

"Saya berharap agar Jaksa Agung dapat menerima putusan tersebut dan tidak melakukan banding," kata Taufik kepada wartawan, Kamis (5/11/2020).

"Jalankan saja perintah pengadilan yang termaktub dalam amar putusan tersebut," imbuhnya.

Amar Putusan PTUN memerintahkan Jaksa Agung untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya.

Menurut Taufik, melaksanakan Putusan PTUN adalah langkah terbaik.

"Selain sebagai bentuk komitmen negara untuk menuntaskan pelanggaran HAM, sikap tersebut bisa menjadi contoh bahwa negara patuh pada Putusan Pengadilan terlebih jika dipandang pelaksanaan putusan tersebut untuk kepentingan rakyat," ucapnya.

Baca juga: Politikus Demokrat: Seharusnya Jaksa Agung Terima Putusan PTUN terkait Kasus Semanggi I-II

Baca juga: Jaksa Agung Diminta Tidak Ajukan Banding Atas Putusan PTUN Soal Penyataan Tragedi Semanggi

Taufik mengungkapkan, pada Rapat Kerja Komisi III dengan Jaksa Agung pada 20 Januari 2020 lalu, Jaksa Agung telah menyatakan keinginannya untuk melakukan penuntasan kasus Semanggi I dan II.

Meskipun menghadapi beberapa kendala terkait kelengkapan pembuktian.

"Dengan pernyataan yang pernah disampaikan tersebut semestinya tidak ada hal yang memberatkan bagi Jaksa Agung untuk melaksanakan amar Putusan PTUN tersebut," ujarnya.

"Saya akan kawal Putusan PTUN ini dalam kerja Komisi III dengan Jaksa Agung berikutnya. Semoga kasus pelanggaran HAM masa lalu bisa ditindaklanjuti dan korban dapat dipenuhi hak-haknya atas keadilan," pungkasnya.

Ini alasan Jaksa Agung ajukan banding

Kejaksaan Agung RI telah memutuskan akan mengajukan banding terkait Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memutuskan Jaksa Agung RI ST Burhannudin dinyatakan bersalah terkait pernyataan 'Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat'.

"Kami 14 hari harus mengajukan keberatan ini. Kita sudah finalisasi dan tinggal merapikan saja dan atas memori banding itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu akan dikirimkan ke pengadilan tinggi tata usaha negara," kata Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (JAM Datun), Ferry Wibisono di Kejagung RI, Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Ferry menjelaskan bahwa hakim dituding telah membuat banyak keputusan yang keliru dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Satu di antaranya perihal tak ada peraturan yang dilanggar oleh Jaksa Agung soal pernyataan itu.

"Peraturan mana yang dilanggar dalam substansi tersebut. Tetapi hakim tidak menunjukkan pasal mana yang dilanggar dalam putusan itu karena memang tidak ada peraturan yang dilanggar. Jadi hakim memformulasikan berdasarkan keyakinan saja tanpa alat bukti yang memadai dan kemudian lalai dalam menjalankan kewajibannya dan membuat pertimbangan yang tidak benar terkait perbuatan hukum mana yang dilanggar Jaksa Agung," jelasnya.

Tak hanya itu, Ferry juga menyinggung pihak penggugat dinilai tidak memenuhi syarat kepentingan dalam mengajukan gugatan ke PTUN.

Menurutnya, orang tua korban 1998 sebagai penggugat tidak memiliki kepentingan menjawab pernyataan Jaksa Agung di Rapat Kerja DPR RI.

"Kepentingan penggugat (orang tua korban) adalah pada penanganan perkara HAM berat. Bukan pada proses jawab menjawab pada rapat kerja DPR RI," jelasnya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke -60 Tahun 2020, Rabu (22/7/2020). (Istimewa)

Lebih lanjut, Ferry mengungkapkan majelis hakim dinilai tak mempertimbangkan rekaman video yang utuh terkait pernyataan Jaksa Agung RI di dalam rapat kerja DPR RI.

Sebab, ada kalimat yang disebut tidak pernah disebutkan oleh Jaksa Agung dalam putusan itu.

Kalimat yang tak ada di rekaman adalah: 'Seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,'

"Jaksa Agung tidak pernah menyatakan adanya kalimat ini. Seharusnya Komnas HAM ini menjadi objek sengketa karenanya bapak ibu bisa melihat dalam keputusannya ada kalimat ini. Padahal di rekamannya tidak ada kalimat ini pada saat tanya jawab tersebut," ungkapnya.

Namun demikian, kata dia, pihaknya mengakui Jaksa Agung RI memang menyebutkan kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

Akan tetapi, hal itu mengacu pada laporan panitia khusus DPR RI yang dikeluarkan pada tahun 2001 silam.

"Melihat banyaknya kesalahan yang dilakukan PTUN Jakarta dalam memeriksa dan mengadili perkara ini, banyaknya kewajiban pemeriksaan alat bukti yang tidak dilakukan pengadilan PTUN. Kami mempersiapkan diri bahwa keputusan ini tidak benar dan kami akan melakukan banding atas keputusan yang tidak benar," tandasnya. (tribun network/thf/Tribunnews.com/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini