News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kepala BKPM: Indonesia Dapat Predikat Negara Terjelek Nomor 1 dalam Hal Mengurus Izin Usaha

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Tim Kampanye Nasional (TKN) Milenial, Bahlil Lahadalia sedang memberikan sambutan di acara Syukuran Kemenangan Pilpres 2019 bertajuk Panggung Gemb1ra di The Pallas, Jakarta, Minggu (21/04/2019). Acara tersebut merupakan syukuran hasil kemenangan yang telah mendeklarasikan menjadi pasangan Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Maruf Amin pada pemilihan presiden 2019 berdasarkan hasil perhitungan cepat (Quick Count) oleh 12 lembaga survei.

TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan menarik dilontarkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia dalam gelaran Debat Terbuka UU Cipta Kerja yang digelar oleh Organisasi Kemahasiswaan Cipayung Plus, Rabu (4/10/2020) lalu.

Bahlil menyebut, Indonesia mendapatkan predikat negara terjelek nomor satu dalam hal mengurus izin usaha.

"Di Indonesia, mendapat predikat negara nomor satu terjelek dalam mengurus izinnya, republik kita ini," ucapnya dikutip dari kanal YouTube BKPM TV, Minggu (8/11/2020).

Bahlil melanjutkan, berdasarkan dari pengalaman pribadi maupun secara umum, masalah pengurusan izin usaha di Indonesia berbelit-belit.

Baca juga: Debat Terbuka dengan Mahasiswa, Kepala BKPM Jelaskan Urgensi Pengesahan UU Cipta Kerja

Baca juga: DPR-Pemerintah Kompak Sebut Tidak Ada Pasal Karyawan Kontrak Seumur Hidup di UU Cipta Kerja

Ini dikarenakan adanya berbagai macam regulasi yang tumpang tindih satu dengan yang lain.

"Muter-muter dan macam-macam alasannya saat urus izin, tidak hanya itu juga membutuhkan biaya yang tinggi," imbuhnya.

Untuk itu, Bahlil menegaskan, keberadaan UU Cipta Kerja dapat menjawab persoalan ini.

Ia mengatakan, UU Cipta Kerja memangkas aturan yang tumpang tindih.

"Regulasi yang tumpang tindih menjadi simpel untuk kemudian buat dalam transparansi lewat elektronik."

"Selain itu, UU ini membuat tidak ada lagi sogok menyogok," beber Bahlil.

Baca juga: Aprindo Sambut Baik Pemberlakuan UU Cipta Kerja

Baca juga: Update Kasus Pembakaran Halte Transjakarta saat Demo UU Cipta Kerja, Polisi Sebut Pelaku Berkelompok

Urgensi Pengesahan UU Cipta Kerja

Gelaran Debat Terbuka UU Cipta Kerja yang digelar oleh Organisasi Kemahasiswaan Cipayung Plus (Tangkap layar channel YouTube BKPM TV - Invest Indonesia)

Bahlil menegaskan, setidaknya ada dua subtansi mendasar yang melatarbelakangi pengesahan UU Cipta Kerja.

"Pertama ada aturan dalam lembaga kementerian yang sangat tumpang tindih sekali, terkait khususnya dengan urusan izin usaha," ucapnya.

Bahlil menyebut, bangsa Indonesia adalah negara yang kaya.

Namun, aturan yang tumpang tindih menjadi penyebab pengolaan kekayaan ini tidak berjalan secara maksimal.

"Penting kita ketahui sumber daya tidak bisa dikelola, kalau aturan kita tumpang tindih, antara pemerintah pusat dengan daerah, antara lembaga kementerian," ucap Bahlil.

Bahlil menjelaskan, subtansi selanjutnya terkait pengesahan UU Cipta Kerja yang berhubungan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.

Ia menguraikan, terhitung dengan saat ini, setidaknya ada 7 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan, termasuk juga adanya angkatan kerja baru sebanyak 2,9 juta orang per tahunnya.

Baca juga: 3 Rancangan Peraturan Pemerintah Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja Selesai Dibahas

Baca juga: Analis Sebut Omnibus Law UU Cipta Kerja Bikin IHSG Sore Tadi Meroket 3 Persen

"Ini termasuk adik-adik Cipayung Plus yang mau selesai kuliah ataupun dari SMA dan SMK," kata Bahlil.

Bahkan, Bahlil melaporkan angka kerja yang semakin meledak di era pandemi Covid-19.

Di bidang formal setidaknya ada 5 hingga 6 juta orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Sehingga total pengangguran yang siap mendapatkan lapangan pekerjaan sekitar 15 juta orang," tegas dia.

Oleh karena itu, Bahlil melanjutkan, keberadaan UU Cipta Kerja dapat menjawab persoalan di atas.

Terlebih sesuai dengan amanat UUD 45 Pasal 27 negara wajib menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

Bahlil menyebut, UU Cipta Kerja mendorong masuknya investasi yang akhirnya dapat mendorong terbukanya lapangan pekerjaan.

"Dalam perseptif itulah, pemerintah berpikir tidak ada cara lain, untuk saudara-saudara kita mendapatkan lapangan pekerjaan, terkecuali bagaimana investasi bisa masuk untuk menciptakan lapangan pekerjaan," bebernya.

Bahlil juga meluruskan, investasi dalam konteks UU Cipta Kerja tidak hanya dari pihak asing, melainkan juga dari dalam negeri, baik investasi skala besar maupun kecil.

Baca juga: UU Cipta Kerja Salah Ketik, Pakar Tawarkan Tiga Opsi Kebijakan Hukum

Baca juga: Dorong Implementasi UU Cipta Kerja, Kemnaker Launching Satu Data Ketenagakerjaan

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini