TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menanggapi survei tentang vaksin Covid-19 di Indonesia.
Ia memahami adanya masyarakat yang tidak bersedia divaksin apabila vaksin Covid-19 sudah ditemukan.
Muhadjir mengaku masyarakat membutuhkan waktu untuk bersedia divaksin.
Terlebih, saat ini pihaknya tidak tergesa-gesa untuk menuntut masyarakat bersedia divaksin.
Hal tersebut ia sampaikan setelah acara penandatanganan nota kesepahaman Gerakan Revolusi Mental pada Kamis (12/11/2020).
"Itu perlu waktu. Nanti pasti ada sosialisasi, ini kan memang semua masih disiapkan," kata Muhadjir, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Badan POM Kawal Keamanan dan Mutu Vaksin Covid-19
Baca juga: Vaksin Covid-19 Merah Putih akan Diuji Coba ke Hewan pada Desember 2020
Muhadjir juga mengingatkan amanat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyampaikan dalam memberikan vaksin Covid-19 tidak boleh tergesa-gesa.
Untuk itu, masyarakat yang belum siap divaksin pun harus ditunggu sampai siap.
"Diberi penyadaran. Ada waktunya, kan tidak harus serta merta (divaksin)," katanya.
Diketahui, lembaga Populi Center melakukan survei mengenai penerimaan masyarakat terhadap rencana penggunaan vaksin Covid-19.
Hasilnya, 60 persen masyarakat mengaku bersedia menggunakan vaksin dari pemerintah.
Namun sisanya mengaku enggan divaksinasi.
Baca juga: Vaksin Pfizer Diklaim Lebih dari 90 Persen Efektif Mencegah Covid-19
Baca juga: Satgas Pertimbangkan Beli Vaksin Pfizer, Tapi Tetap Harus Diuji Dulu
"Terkait dengan rencana pemerintah untuk menggunakan vaksin guna mengakhiri pandemi Covid 19, sebesar 60 persen masyarakat bersedia menggunakan vaksin pembagian dari pemerintah."
"Sedangkan sebesar 40 persen yang menjawab tidak bersedia," kata Peneliti Populi Center, Nurul Fatin Afifah pada Senin (9/11/2020) kemarin.
Masyarakat yang mengaku tidak bersedia diberi vaksin mayoritas atau 46,5 persen menjawab takut akan bahaya atau risiko kesehatan.
Kemudian, ada 15,2 persen yang menjawab tidak percaya pada vaksin.
Sisanya, sebanyak 13,3 persen mengaku tak bersedia menggunakan vaksin lantaran tak dapat memastikan kehalalan vaksin.
Baca juga: Rusia Yakinkan Lagi Indonesia, Harga Vaksin Covid-19 Sputnik V Lebih Terjangkau
Selain tentang kesediaan divaksin, Muhadjir juga menanggapi terkait jumlah daerah di Indonesia yang warganya akan divaksin Covid-19.
Menurutnya, saat ini pemerintah masih mempelajari hal tersebut.
"Kami masih (dalami), sedang dipelajari oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes)."
"Berapa kelayakan Indonesia (yang divaksin) dan wilayah mana saja yang menjadi perhatian (untuk divaksin)," ujar Muhadjir, masih dikutip dari Kompas.com.
Ia mengatakan, menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), herd immunity vaksin Covid-19 ditargetkan sebanyak 70 persen dari total penduduk.
Baca juga: Perlukah Vaksin untuk Orang yang Pernah Terpapar Covid-19? Ini Penjelasan Ahli
Namun, data WHO tersebut jika semua warga terpapar Covid-19 sehingga 70 persen di antaranya harus divaksin.
Sementara di Indonesia, tidak semua wilayah terpapar Covid-19 dan dinyatakan zona merah.
"Jadi karena itu masih terus didalami, dirinci lebih dalam (jumlah daerahnya)."
"Tapi yang jelas nanti yang akan diutamakan tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan pun yang betul-betul kontak langsung dengan pasien. Tidak harus semuanya," kata dia.
Baca juga: 1.620 Relawan Jalani Uji klinik 1 dan 2 Vaksin Covid-19 Sinovac, Bagaimana Kondisi Mereka?
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, rencana vaksinasi Covid-19 di Indonesia kemungkinan baru dapat dilaksanakan pada minggu ketiga Desember 2020.
Luhut mengatakan, pemerintah tengah melakukan uji klinis fase ketiga terhadap vaksin yang dikembangkan Sinovac dan Bio Farma di Bandung, Jawa Barat.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan vaksinasi, pemerintah akan menggunakan persetujuan penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Deti Mega Purnamasari)