News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kapolri Dipetisi Agar Evaluasi Protap Pengamanan Unjuk Rasa, Begini Tanggapan Humas Polri

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan massa gabungan buruh dan mahasiswa kembali melakukan demonstrasi di sekitar patung Arjuna Wijaya Jakarta untuk menolak UU Cipta Kerja, Selasa (10/11/2020). Aksi yang mengambil momen hari pahlawan itu mendesak presiden untuk mengeluarkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja yang dinilai banyak merugikan rakyat. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) membuat petisi yang meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengevaluasi jajaranya yang melakukan kekerasan dalam pengamanan aksi unjuk rasa.

Petisi tersebut berjudul Evaluasi Kapolri Idham Azis & Stop Kekerasan Kepolisian. Petisi yang telah ditandatangani ribuan orang itu juga menyertakan video berdurasi 2 menit 20 detik yang menunjukkan aksi kekerasan polisi terhadap peserta unjuk rasa.

Menanggapi hal itu, Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan video yang disertakan KontraS dinilai sebagai tendensius. Dia bilang, video itu mendeskreditkan kinerja Polri.

"Mohon maaf kalau yang video itu memang ada tendensius sekali terkait Polri. Apa maksudnya kita tidak tahu tapi yang jelas dia kan memotong kegiatan demo. Yang ujung-ujungnya ini mendeskriditkan Polri karena yang disitu adalah tindakan-tindakan represif yang dilakukan polri saat pelaksanaan demo," kata Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (12/11/2020).

Baca juga: Menaker Tanggapi Sejumlah Aksi Unjuk Rasa di Sejumlah Daerah Terkait UU Cipta Kerja

Padahal, kata Awi, kejadiannya diklaim tidak seperti yang digambarkan dalam video. Dia menuturkan, ada sebab dan akibat yang menjadi alasan Polri melakukan kekerasan dan represif kepada pendemo.

Baca juga: Fadli Zon Kritik Cara Polri Tangani Demonstrasi: Pendekatannya Harus Civilian, Bukan Militeristik

"Misalnya represif dengan melumpuhkan pendemo dengan memiting kemudian menarik segala itu. Itu kan proses kalau kita melihat prosesnya cuma waktu polisi menarik, wah ko polisi narik-narik. Padahal bukan itu permasalahannya di lapangan," jelasnya.

"Kenapa disitu terjadi lempar-lemparan, dorong-dorongan terjadi anarkis sehingga polisi untuk jangan sampai nanti polisi dan si pelaku waktu ditangkap itu terkena lempar-lemparan dari massa sehingga segera ditarik diangkat. Yang seperti-seperti ini kan proses," imbuhnya.

Namun demikian, Awi menambahkan pihaknya juga melakukan evaluasi jika pengamanan aksi yang dilakukan jajarannya terdapat tindakan yang melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP).

"Tentunya hal tersebut juga menajdi bahan masukan kepada kepolisian untuk menjadi evaluasi kedepan. Pengamanan mana-mana yang batas SOP itu harus betul-betul dipahami oleh rekan-rekan kepolisian di lapangan. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ungkapnya.

Ia menuturkan, seluruh jajarannya sejatinya telah memegang pedoman dan aturan yang bisa menjadi rujukan dalam pengamanan aksi unjuk rasa.

"Dari tangan kosong, sampai dengan menggunakan alat. Kapan kita persuasif, kapan kita melakukan pendorongan, bahkan bagaimana diatur di Protap 01/2010 dalam rangka mengatasi anarkis. Diaana ada semuanya. Insya Allah, kalau memang ada hal-hal yang pelanggaran, anggota kita selalu kedepankan praduga tak bersalah dan propam selalu mengawasi kita," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini