TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyinggung masalah pengungsi etnis Rohingya sebagai bentuk kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia terorganisir di kawasan.
Dalam sidang PBB, Retno menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menampung lebih dari 900 orang yang telah menjadi korban perdagangan manusia dan terlantar di laut lepas.
“Indonesia kembali menekankan pentingnya penyelesaian masalah Rohingya dari akar masalahnya melalui repatriasi secara suka rela, aman dan bermartabat,” ujar Retno, Jumat (13/11/2020).
Baca juga: Bidik Pasar Amerika Latin, Menlu Retno Resmi Luncurkan Platform Digital INA - LAC
Baca juga: Penyelundupan Wanita Asal Rohingya di Aceh Utara Diduga Didalangi Warga Sumu, Kabur Malaysia
Menlu Retno menegaskan bagi Indonesia, Myanmar adalah rumah bagi pengungsi Rohingya.
Oleh karena itu, ia mendorong pentingnya membangun dan memelihara kerja sama antar negara secara global untuk menyelesaikan kejahatan lintas negara ini.
“Tidak ada satu negarapun yang dapat mengatasi masalah ini sendirian, tidak sebelumnya dan tidak dalam masa pandemi COVID-19 ini," jelas Menlu Retno.
Menlu Retno menekankan bahwa karakteristik kejahatan lintas negara terorganisir cenderung berbeda dari satu negara dan negara lainnya, sehingga pendekatan yang diambil pun harus bersifat situasional.
Pendekatan dan solusi yang diambil harus terus mengalami penyesuaian sesuai dengan karakteristik kejahatan.
Dalam hal ini, Menlu Retno menekankan kembali pentingnya adaptasi terus menerus agar UNTOC tetap selalu relevan dalam mengatasi kejahatan lintas negara terorganisir baik pada masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Acara Peringatan 20 tahun Konvensi PBB Melawan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (United Nations Convention against Transnational Organized Crime / UNTOC) diselenggarakan secara virtual dari Markas Besar PBB di New York pada hari Jumat (13/11/2020).