Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI memeriksa 2 orang sebagai saksi dalam dugaan perkara tindak pidana korupsi pemberian gratifkasi kepada mantan Direktur Utama PT. Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono.
Kedua saksi yang diperiksa adalah DBM Commersial BTN KC Harmoni Tahun 2014 Sri Muryanti dan Analis Kredit BTN KC Harmoni Tahun 2014 Moch Anies Ade Nugroho.
"Pemeriksaan saksi dilakukan guna mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, karena kedua saksi pada saat kejadian tindak pidana korupsi tersebut," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono dalam keterangannya, Selasa (17/11/2020).
Hari menyampaikan kedua pejabat diduga mengetahui terkait pemberian fasilitas kredit kepada PT. Titanium Property pada BTN Jakarta Cabang Harmoni.
Baca juga: Gelar Asset Sales Festival, BTN Optimistis Mampu Raih Dana Rp 430 Miliar
"Kedua pejabat diduga banyak mengetahui proses pemberian fasilitas kredit kepada PT. Titanium Property pada BTN Jakarta Cabang Harmoni yang pada akhirnya menyebabkan status kredit kedua perusahaan dalam kondisi macet atau collectibilitas 5," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI menetapkan 2 tersangka dalam kasus suap pemberian fasilitas kredit di PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk pada hari ini, Selasa (6/10/2020).
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Hari Setiyono mengungkapkan kedua tersangka itu adalah mantan Direktur Utama BTN Maryono dan Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar.
Baca juga: Penyidik Kejaksaan Agung Periksa Mantan Kepala Cabang Bank BTN Samarinda
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah kasus ini naik ke penyidikan pada 28 Agustus 2020 lalu. Sebelumnya, Maryono dan Yunan berstatus sebagai saksi.
"Malam hari ini penyidik menetapkan dua orang tersangka, yaitu masing-masing atas nama Drs. HM jabatannya adalah mantan direktur utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) periode 2012-2019. Kedua adalah tersangka atas nama YA, yang bersangkutan adalah direktur PT Pelangi Putra Mandiri," kata Hari di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Kasus ini bermula saat PT Pelangi Putra Mandiri mengajukan kredit kepada bank BTN senilai Rp 117 milliar. Ternyata, pembayaran kredit yang dilakukan perusahaan itu bermasalah atau telah mengalami kolektibilitas.
"Ternyata diduga dalam pemberian fasilitas kredit tersebut ada dugaan gratifikasi atau pemberian kepada tersangka atas nama HM, yang dilakukan oleh YA senilai Rp2,257 miliar. Caranya dengan mentransfer uang itu melalui rekening menantu dari tersangka HM," jelasnya.
Selanjutnya, tersangka Maryono juga diduga pernah mendapatkan suap dalam kasus lainnya pada 2013 lalu. Menurut Hari, tersangka yang saat itu menjadi direktur utama menyetujui pemberian kredit kepada PT Titanium Properti senilai Rp 160 miliar.
"Diduga, dalam pemberian fasilitas kredit tersebut, pihak PT Titanium Properti memberikan uang atau gratifikasi senilai Rp 870 juta dengan cara yang sama, ditransfer ke rekening menantunya atas nama tersangka HM," tandasnya.
Atas perbuatannya itu, Maryono disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huru b atau Pasal 5 ayat 2 jo ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Yunan disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Kedua tersangka langsung ditahan di Rutan Pomdam Guntur, Jakarta Selatan terhitung hari ini.