Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus gagal bayar dalam program investasi terhadap nasabah kembali terjadi. Kali ini, Bareskrim Polri menetepakan Direktur PT Indosterling Optima Investa (IOI) Sean William Henley sebagai tersangka.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menjelaskan pelaku ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penghimpunan dana nasabah tanpa memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Direkturnya telah ditetapkan sebagai tersangka karena yang bersangkutan telah melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan OJK," kata Brigjen Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Baca juga: Soroti Kinerja OJK, Anggota Komisi XI Ingatkan Kasus Gagal Bayar Asuransi dan Pengawasan Perbankan
Baca juga: Penghentian JS Saving Plan Disinyalir Jadi Penyebab Kasus Gagal Bayar Jiwasraya
Awi menerangkan produk investasi yang ditawarkan oleh tersangka adalah High Yield Promissory Notes (HYPN) yang merupakan penghimpunan dana bentuk simpanan. Namun dalam kasus ini, pelaku tidak memiliki izin dari OJK.
"Kegiatan dimaksud harus memiliki izin usaha dari pimpinan BI atau saat ini pimpinan OJK. Patut diduga tersangka melanggar pasal 46 Jo pasal 16 UU 10 1998 tentang perubahan atas UU 1992 tentang perbankan," ungkapnya.
Tak hanya itu, Awi juga menyampaikan penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tersangka. Sebaliknya, penyidik juga akan melakukan pelacakan aset dalam kasus tersebut.
"Sehingga untuk rencana tindak lanjut, penyidik Bareskrim polri selanjutnya akan melaksanakan pemberkasan dan melimpahkan kasus ini ke JPU atau tahap 1. Disamping itu, dalam proses penyidikan juga terkait perbankan, penyidik akan melakukan tracing aset untuk mencari aset-aset yang dimiliki tersangka SWH. Yang didapatkan atau dibeli menggunakan uang dari PT IOI," pungkasnya.
Dalam kasus ini, IOI diketahui didugat oleh 58 nasabah lanjut usia (lansia) terkait kasus gagal bayar dengan nilai kerugian senilai Rp95 miliar. Pengajuan gugatan telah dilakukan sejak April 2020 lalu.
Para nasabah diketahui dijanjikan keuntungan bunga sebesar 9 persen sampai 12 persen per tahun apabila mengikuti produk investasi High Yield Promissory Notes (HYPN). Namun sayang sejak April 2020 lalu, perusahaan gagal bayar dan tidak bisa mengembalikan dana milik nasabah.