Jika dibiarkan terus-menerus, dikhawatirkan populasi ikan ole akan punah.
Baca juga: Menyantap Kerupuk Kulit Ikan Buntal, 2 Anak Keracunan hingga Satu di Antaranya Meninggal Dunia
Karena itu, perlu segera diambil langkah untuk mengatur penangkapan dan pengelolaan ikan ole secara berkelanjutan,
Karena sejatinya nelayan di Pulau Tomia sejak dahulu memegang prinsip penangkapan berbasis kearifan lokal yang mengedepankan prinsip keberlanjutan.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mendorong upaya untuk menghidupkan kembali sistem perikanan berbasis kearifan lokal adalah dengan menguatkan tugas dan fungsi sara adat (pemangku adat) sebagai unsur pelaksana pranata adat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Momentumnya adalah dengan disepakatinya peta wilayah adat Kawati Tomia dan lahirnya Peraturan Bupati Wakatobi tentang MHA No. 45 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat Hukum Adat Kawati dalam Wilayah Pulau Tomia di Kabupaten Wakatobi.
“Pendekatan adat ini sangat relevan dan penting karena peran adat yang sangat besar dalam menjaga sumber daya alam,” kata Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman.
Sejak bulan Agustus 2020, mulai dilakukan pertemuan rutin antara pemangku kepentingan dengan sara adat untuk membahas pengelolaan ikan ole secara berkelanjutan berbasis adat.
Saat ini telah tersusun peraturan adat tentang tata cara penangkapan ikan ole serta peta wilayah penangkapannya
“Adat yang didukung peran aktif masyarakat menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan konservasi di Wakatobi,” ujar Ilham