Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Irjen Pol Napoleon Bonaparte dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus pengurusan red notice terpidana kasus hak tagih Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dengan terdakwa Tommy Sumardi.
Dalam kesaksiannya Napoleon 'bernyanyi' soal kedekatan Tommy Sumardi dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Listiyo Sigit dan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Awalnya, Napoleon bercerita soal kedatangan Tommy Sumardi dengan Brigjen Pol Prasetijo Utomo ke ruangannya di TMMC Polri pada April 2020.
Baca juga: Irjen Napoleon Blak-blakan Kasus Djoko Tjandra: Merasa Dikorbankan, Terkait Bursa Kapolri dan Pidana
Saat itu, kata Napoleon, Prasetijo diminta keluar oleh Tommy dari ruangnnya.
Di ruangan itu, tutur Napoleon, Tommy meminta kepadanya untuk menjelaskan status red notice Djoko Tjandra.
"Pada saat itu terdakwa menjelaskan maksud dan tujuan, untuk minta bantuan mengecek status red notice Djoko Tjandra. Lalu saya bertanya kepada terdakwa, saudara ini siapanya Djoko Tjandra? Lawyernya? Bukan. Keluarga? Bukan. Saudara apa Djoko? saya temannya jawab terdakwa," ucap Napoleon saat bersaksi di persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/11/2020).
Baca juga: Imigrasi dan Kejagung Pernah Diingatkan Kedatangan Djoko Tjandra pada 2015
Napoleon pun heran, Tommy Sumardi bisa membawa Prasetijo Utomo yang berpangkat Brigjen.
Tommy, tutur Napoleon, pun bercerita duduk perkaranya hingga bisa membawa Prasetijo bersamanya.
"Itu juga menjadi pertanyaan saya. Kok bisa ada orang umum membawa seorang Brigjen Pol untuk menemui saya dan Brigjen ini mau," kata Napoleon.
Napoleon lanjut bercerita bahwa Tommy ke tempat Napoleon bersama Brigjen Prasetijo sudah atas restu Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit.
Baca juga: Komjen (Purn) Setyo Wasisto Ungkap Djoko Tjandra Sempat Terendus di Taiwan dan Korea Selatan
Bahkan, kata Napoleon, Tommy menawarkan diri untuk menelepon Kabareksrim saat itu.
"Lalu dia bercerita, terdakwa yang mengatakan, ini bukan bahasa saya, tapi bahasa terdakwa pada saya, menceritakan kedekatan beliau, bahwa ke tempat saya ini sudah atas restu Kabareskrim polri. Apa perlu telepon beliau? Saya bilang tidak usah," ujarnya.
Napoleon lanjut bercerita, dirinya sedikit yakin dengan cerita Tommy saat itu, lantaran Tommy bisa membawa orang sekelas Brigjen Prasetijo Utomo bersamanya.
"Saya bilang kabareskrim itu junior saya, tidak perlu. Tapi saya yakin bahwa kalau seorang Brigjen Pol Prasetijo Utomo dari Bareskrim dibawa ke ruangan saya, ini pasti ada benarnya," kata Napoleon.
Meski demikian, tutur Napoleon dirinya masih sedikit tidak percaya dengan gerak-gerik Tommy saat itu.
Baca juga: Djoko Tjandra Ajukan Saksi Silang dalam Kasus Surat Jalan Palsu
Tak lama setelah itu, lanjut Napoleon, Tommy pun menelepon seseorang.
Kali ini, ucap Napoleon, dia menelepon orang bernama Azis yang tak lain adalah Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Telepon Tommy pun diserahkan ke Napoleon.
"Terdakwa menelepon seseorang. Setelah sambung, terdakwa seperti ingin memberikan teleponnya pada saya. Saya bilang siapa yang anda telepon mau disambungkan pada saya? Terdakwa mengatakan bang Azis, Azis siapa? Azis Syamsuddin. Oh wakil ketua DPR RI? Ya. Karena dulu waktu masih pamen saya pernah mengenal beliau, jadi saya sambung, assalamualaikum, selamat siang pak Azis, eh bang apa kabar. Baik," katanya.
Dalam pembicaraan antara Napoleon dan Azis, dirinya sempat meminta arahan terkait kedatangan Tommy Sumardi ke ruangannya.
"Ini di hadapan saya ada datang Pak Haji Tommy Sumardi. Dengan maksud tujuan ingin mengecek status red notice. Mohon petunjuk dan arahan pak. Silahkan saja, pak Napoleon. Baik. Kemudian telepon ditutup, saya serahkan kembali. Menggunakan nomor HP terdakwa," tutur Napoleon sembari menirukan perbincangan tersebut.
Dalam pertemuan itu, lanjur Napoleon, Tommy Sumardi juga bercerita banyak soal kedekatannya dengan Kabareskrim Listyo Sigit.
"Beliau banyak menceritakan saya tentang kedekatannya dengan Kabareskrim. Termasuk bagaimana menjadi koordinator 6 dapur umum. Jadi saya lebih mafhum. Kalau ingin mengecek status red notice saya tidak punya posisi yang kuat. Pengecekan hanya bisa dilakukan atas hak asasi subjek red notice," paparnya.
Dalam sidang ini duduk sebagai terdakwa adalah Tommy Sumardi.
Tommy merupakan pengusaha yang membantu mengurus status buron yang melekat pada Djoko Tjandra.
Caranya dengan menjanjikan uang atau hadiah kepada penyelenggara negara, dalam hal ini adalah pejabat tinggi di Polri.
Tommy sekaligus menjadi perantara Djoko Tjandra untuk memberikan uang 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Pol Napoleon Bonaparte, serta 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo Utomo.