News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Irjen Napoleon Blak-blakan Kasus Djoko Tjandra: Merasa Dikorbankan, Terkait Bursa Kapolri dan Pidana

Penulis: Daryono
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kadiv Hubinter Polri yang kini jadi terdakwa kasus suap dugaan penghapusan red notice Djoko Tjandra - Irjen Napoleon Blak-blakan Kasus Djoko Tjandra: Merasa Dikorbankan, Terkait Bursa Kapolri dan Pidana

TRIBUNNEWS.COM - Terdakwa kasus korupsi dugaan penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte blak-blakan soal kasus yang menjeratnya. 

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri itu merasa dirinya sebagai pihak yang dikorbankan untuk kepentingan yang lebih besar. 

Hal itu disampaikan Napoleon dalam wawancara kepada Aiman Witjaksono. 

Dikutip dari tayangan wawancara itu, Napoleon membantah telah melakukan penghapusan red notice Djoko Tjandra. 

Baca juga: Hakim Tegur 2 Mantan Sekretaris Pribadi Irjen Napoleon Bonaparte Karena Ubah Keterangan di BAP

Surat yang ia keluarkan hanyalah sebatas pemberitahuan bahwa status red notice Djoko Tjandra sudah terhapus di sistem interpol sejak 2014. 

"Tanggal 13 Mei 2020, pihak imigrasi mencabut nama Djoko Tjandra dalam sistem cekal yang waktu itu dilaporkan gara-gara surat sepotong dari kantor saya tanggal 5 Mei."

"Padahal surat itu adalah surat pemberitahuan bahwa red notice Djoko tjandra sudah terhapus dari sistem basis data interpol di Perancis sejak juli 2014. Hanya pemberitahuan, bukan permintaan pencabutan DPO atau cekal, tidak ada. Kenapa disikapi demikian," kata Napoleon. 

Irjen Napoleon diwawancarai Aiman Witjaksono (KompasTV)

Menurut Napoleon, tidak ada yang salah dengan suratnya itu. 

Karena surat itu menjawab surat dari istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, yang menanyakan status red notice Djoko Tjandra. 

Anna, lanjut Napoleon, memiliki hak untuk bertanya tentang status red notice Djoko Tjandra. 

"Istri Djoko Tjandra itu punya hak bertanya dan kami Polri atau Interpol adalah pelayan masyarakat. Mendapat surat begitu apalagi ditujukan ke saya, Kadivhubinter, menjadi atensi saya," ujar dia. 

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).  (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Napoleon menerangkan, setelah dilakukan rapat internal dan dilakukan pengecekan status red notice Djoko Tjandra ke interpol, didapat informasi red notice Djoko Tjandra itu sudah terhapus karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan. 

Menemui fakta itu, Napoleon justru telah dua kali mengirim surat ke Kejaksaan yang meminta agar dikeluarkan permintaan red notice baru. 

"Jadi, tidak ada jasa kami ke Djoko Tjandra, " kata Napoleon. 

Baca juga: Saksi Sebut Napoleon Beri Surat Palsu Pemberitahuan Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra

Oleh Aiman, pengakuan Napoleon itu kemudian dikonfirmasi dengan pengakuan anak buah Napoleon, Kombes I Made Oka dalam persidangan. 

Menurut Aiman, dalam kesaksiannya di persidangan, I Made Oka mengatakan pada 2019 red notice Djoko Tjandra masih aktif. 

Hal ini berbeda dengan pengakuan Napoleon yang menyebut red notice Djoko Tjandra sudah tidak aktif sejak 2014. 

Menjawab hal itu, Napoleon mengatakan setelah tidak adanya perpanjangan pada 2014, status red notice Djoko Tjandra dinonaktifkan tapi belum terhapus. 

Hal itu berlangsung hingga 2019. 

"Red notice itu berlakunya 5 tahun. Sebelum 5 tahun apabila tidak ada perpanjangan maka statunya itu digrounded. Masih ada file-nya tetapi tidak berlaku lagi untuk penangkapan. Grouded ini masanya lima tahun sampai 2019, peride kedua. Apabila sampai Juli 2019 tidak diperpanjang maka namanya permently delete, terhapus secara permanen. Itulah makanya saat 2020, 22 April, setelah kami cek, tidak ada posibility untuk memperpanjang itu," beber dia. 

Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).  (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Aiman juga mengkonfrmasi dengan pernyataan mantan Sekretaris Divhubinter Irjen (Purn) Setyo Wasisto yang menyatakan pada 2015, red notice Djoko Tjandra masih aktif hingga 2015. 

Hal itu berbeda dengan pernyataan Napoleon yang menyatakan sudah terhapus sejak 2014. 

Menurut Napoleon, pengakuan Setyo Wasisto itu sekedar keyakinan, bukan kenyataan atau fakta. 

Pasalnya, pada 2015, Setyo membuat surat ke Imigrasi yang meminta Imigrasi memasukkan nama Djoko Tjandra dalam DPO. 

"Kalau red noticenya masih berlaku, nggak perlu surat itu. Otomatis berlaku, masih ditangkap. Itu permasalahannya," beber dia. 

Baca juga: Sidang Red Notice Djoko Tjandra, JPU Hadirkan 4 Saksi, Termasuk Sekretaris Pribadi Irjen Napoleon

Napoleon melanjutkan, pemeriksaan soal status red notice Djoko Tjandra harusnya dilakukan mengacu kejadian pada tahun 2014 tersebut. 

Dan hal itu tidak terkait dengan dirinya karena saat itu ia belum berada di Divhubinter. 

Bantah Terima Uang, Merasa Dikorbankan

Napoleon juga membantah telah menerima uang suap Rp 6 miliat dari Tommy Sumardi. 

"Itu tuduhan rekayasa yang dibuat oleh Tommy Sumardi," ujar dia. 

Karena pengakuan penyerahan uang itu berasal dari Tommy, Napoleon meminta Tommy membuktikan tuduhan itu di pengadilan. 

Napoeon menyebut ada keganjilan-keganjilan dengan tuduhan Tommy. 

Aiman pun meminta Napoleon menyebutkan satu keganjilan itu. 

Napoleon balik bertanya siapa orang yang mau mengorbankan diri masuk penjara kalau tidak memiliki kepentingan lebih besar. 

"Anda merasa dikorbankan?," tanya Aiman. 

"Ya. Saya kecewa," ujar Napoleon. 

Aiman kemudian mendesak maksud dari pernyataan kepentingan yang lebih besar, misalnya bursa Kapolri. 

Napoleon tidak menjawab gamblang. 

"Mungkin saja (bursa kapolri). Mungkin bisa lebih dari itu. Bisa Jadi merupkan suatu pidana. Untuk menutupi suatu perbuatan pidana," ujar Napoleon. 

Irjen Napoleon Bonaparte diwawancarai Aiman Witjaksono (Youtube KompasTV)

Tetapi Napoleon kemudian enggan memberi penjelasan lebih lanjut soal pernyataanya itu dan meminta untuk melihat pembuktian di pengadilan. 

Disinggung soal kesaksian mantan Sespri Napoleon, Fransiscus Ario Dumais, yang menyatakan Tommy Sumardi bertemu dengan Napolen dan Brigjen Prasetijo Utomo di ruangannya, Napoleon menyatakan pertemuan dengan Tommy bukanlah pelanggaran kode etik ataupun pidana. 

"Mau 100 kali pun Tommy Sumardi ketemu saya di ruangan saya itu bukan pelanggaran kode etik apalagi pidana. Yang paling penting, krusial, apakah saya menerima uangnya atau tidak. Itu yang paling penting," ujar Napoleon. 

Baca juga: Kubu Jenderal Napoleon: Uang 20 Ribu Dolar AS Itu Milik Istri Brigjen Prasetijo

Soal keperluan pertemuan itu, Napoleon mengatakan Tommy bertemu untuk menanyakan status red notice Djoko Tjandra. 

Ia juga membantah koper yang dibawa Tommy berisi uang. 

Menurut Napoleon, koper itu berisi berkas-berkas persidangan Djoko Tjandra. 

Terakhir, Napoleon mengaku kecewa karena pengabdiannya selama 32 tahun tidak dihargai. 

Hal ini ia rasakan karena ia ditempatkan dengan tahanan seperti koruptor, pemakai narkoba bahkan orang yang pernah ia tangkap pada bulan Juli lalu, pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa. 

"Saya paham mengapa saya ditempatkan di sini. Saya cuma kecewa, seakan-akan tidak pernah ada satu pun kebaikan yang saya baktikan kepada bangsa ini selama 32 tahun mengabdi," ujar Napoleon.

Napoleon mengaku penahanan yang dijalani tidak akan melemahkan dirinya. "Jeruji besi di sini tidak akan pernah melemahkan badan apalagi mental saya, tidak akan pernah. Silakan saja yang berwenang untuk berpikir seperti itu," katanya.

(Tribunnews.com/Daryono) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini