TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada yang menarik saat persidangan kasus suap fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Pinangki menangis minta maaf kepada eks pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Pinangki meminta maaf karena telah mengenalkan Anita kepada Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Pada prinsipnya keterangan saksi benar, baru bertemu selama Maret, mohon maaf kalau ada salah," kata Pinangki sambil terisak di pengadilan tipikor, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Pinangki mengaku bersahabat dengan Anita. Dia mengaku saat itu mengenalkan Anita kepada Djoko Tjandra sebagai balas budi karena Anita kerap memberikan pekerjaan sambilan kepada Pinangki.
"Kita bersahabat, lalu bertengkar, ketemu di sini, saya menunjuk Bu Anita karena beliau sering kasih saya kerjaan. Waktu Djoko Tjandra minta lawyer, saya langsung ingat beliau, karena sering kasih saya job pelatihan, workshop, dan saya tidak pernah berikan sesuatu kepada beliau," kata Pinangki.
Anita Kolopaking juga sempat memberikan pernyataan dan ia mengaku bersahabat dengan Pinangki Sirna Malasari.
Kedekatannya itu lantaran ia dan Pinangki merupakan satu almamater Strata 3 Universitas Padjajaran, Bandung.
Anita mengaku kenal dengan Pinangki sejak tahun 2017. Keduanya kerap berinteraksi lantaran tergabung dalam satu kepengurusan organisasi yang sama.
"Kenal tahun 2017. Sering ketemu karena kami sama-sama pengurus dan kami juga banyak kegiatan di situ," ucap Anita.
Jaksa penuntut umum (JPU) menduga kedekatan Anita dengan Pinangki menjadi alasan ia diberi tawaran jasa sebagai pengacara Djoko Tiandra untuk mengurus Peninjauan Kembali (PK) kasus hak tagih (cassie) Bank Bali.
Tapi Anita membantah dugaan jaksa.
Anita tidak mengetahui apa dasar Pinangki memberikan tawaran tersebut kepadanya.
Baca juga: Anita Kolopaking Sebut Djoko Tjandra Marah dan Merasa Ditipu dengan Usulan Action Plan Pinangki
"Tidak pernah. Saya nggak tahu apa dasarnya. Karena mungkin kita kerap ketemu sehingga mungkin saat itu sedang komunikasi dengan Pak Djoko, sehingga menawarkan kepada saya," tutur Anita.
Dalam kesaksian di persidangan, Anita menyebut Djoko Tjandra marah dengan action plan yang diajukan Pinangki dan Andi Irfan Jaya yang juga terdakwa.
Action plan adalah susunan rencana aksi permintaan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung dengan tujuan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi sebagaimana putusan Peninjauan Kembali (PK) di tahun 2009 atas perkara korupsi pengalihan hak tagih (cassie) Bank Bali.
Adapun untuk action plan itu Pinangki dan Andi Irfan Jaya meminta uang pemulus sebesar 100 juta dolar AS kepada Djoko Tjandra.
Kemarahan Djoko Tjandra atas permintaan itu disampaikan ke Anita lewat pesan singkat.
Pesan itu berisi bahwa Djoko Tjandra menduga Pinangki dan Andi Irfan Jaya mau menipu.
"Awal September, Pak Joko kirim action plan ke saya. Beliau marah, 'Anita, jangan urusan sama Pinangki dan Andi Irfan Jaya, mereka mau nipu saya, jangan hubungan lagi sama dia, ini (action plan) apa-apaan ini," kata Anita.
Anita sendiri mengaku tak mengetahui kesepakatan bayaran dari action plan tersebut.
"Detailnya nggak (tahu). Tapi Pak Rahmat bilang iya proposal nggak disetujui," ujar Anita.
Pinangki Sirna Malasari sebelumnya didakwa menerima suap senilai 500 ribu dolar AS dari total yang dijanjikan sebesar 1 juta dolar AS, oleh Terpidana kasus korupsi hak tagih atau cessie Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Suap sebesar 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra itu bermaksud agar Pinangki bisa mengupayakan pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) lewat Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca juga: Anita Kolopaking Protes Karena Masih Dilarang Hadir Offline di Persidangan
Fatwa MA itu bertujuan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Djoko Tjandra mengenal Pinangki Sirna Malasari melalui Rahmat.
Ketiganya sempat bertemu di kantor Djoko Tjandra yang berada di The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia.
Dalam pertemuan tersebut, Pinangki mengusulkan pengurusan fatwa MA melalui Kejagung.
Djoko sepakat dengan usulan Pinangki terkait rencana fatwa dari MA melalui Kejagung dengan argumen bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 atas kasus cessie Bank Bali yang menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada Joko Soegiarto Tjandra tidak bisa dieksekusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menyatakan hak untuk mengajukan PK hanya terpidana atau keluarganya.
Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP. (Tribun Network/dan/wly)