TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Papua dan Papua Barat Willem Frans Ansanay menegaskan bahwa Papua wilayah sah Republik Indonesia dan diakui oleh PBB.
Kata dia, orang asli Papua memegang teguh bahwa kalimat bangsa ini tidak akan dibangun oleh bangsa lain, tapi dibangun oleh bangsa sendiri.
"Dalam membangun nasionalisme ada peninggalan masa lalu yang dipegang orang asli Papua yaitu bangsa ini tidak akan dibangun oleh bangsa lain, tapi dibangun oleh bangsa sendiri," kata Willem, Senin (30/11/2020) pada diskusi " Moya Discussions Grup bertajuk Ilusi 1 Desember" yang diadakan Moya Institute dan WAG Unity in Diversity (UiD).
Kata dia, Papua harus dibangun dengan rasa nasionalisme untuk mengkikis pemikiran -pemikiran bahwa Papua telah merdeka.
"Papua harus dibangun melalui jiwa nasionalisme," katanya.
Baca juga: Polri Tegaskan Penegakan Hukum Dikedepankan Tangani Permasalahan di Papua
Sementara itu, Pemerhati Papua dan Pakar Politik Internasional Prof. Imron Cotan memastikan bahwa Papua bagian dari NKRI.
Pernyataan tersebut tanggapan atas adanya sekolompok warga Papua memperingati sebagai Hari Proklamasi West Papua.
Menurutnya, perubahan perbatasan Negara disebabkan beberapa hal diantaranya dekolonisasi, perang perbatasan, dan damai.
"Sementara, yang di Papua itu mereka merasa Dekolonisasi. Dari tiga hal itu, tidak bisa disamakan dengan Papua. Sebab, Papua itu adalah bagian dari NKRI," ujarnya seusai menjadi Narasumber Webinar Moya Discussions Grup bertajuk: "Ilusi 1 Desember".
Menurutnya, saat ini sedikitnya ada 17 wilayah non self governing terytoris (wilayah yang belum punya pemerintah merdeka).
Diantaranya Samoa, Bermuda Islan, Virgin, Polinesia, Guam, New Caledonia, Virgin Island Foxland (malvinas di Argentina) dan lainnya.
Dikatakan bahwa mereka membawa permasalahannya untuk dibicarakan di Komite Dekolonisasi PBB.
"Papua karena bagian integral NKRI, bukan ditetapkan wilayah yang bukan tidak punya Pemerintah yang merdeka," terangnya.
Dirinya menambahkan, negara yang merdeka berdasarkan konvensi Montevideo memiliki beberapa syarat.
Diantaranya populasi permanen, Pemerintah, kemampuan membangun hubungan dengan Negara lain dan pengakuan dari Negara lain.
Bahkan, lanjutnya, Daerah tidak boleh melakukan kegiatan seperti: pertahanan, agama, pajak dan hubungan Luar Negeri.
"Berdasarkan Konvensi Internasional OPM sebagai pemberontak atau sparatis. Sebab, Papua adalah bagian dari Indonesia. Di Negara lain, sparatis ditumpas habis seperti ETA di Spanyol dan lainnya," katanya.
Dijelaskan bahwa sparatis tidak ada kompromi harus ditumpas habis dan memang ditangani secara militer.
Tidak ada urusan HAM, dan dunia memahaminya.
"Di Indonesia, masih menggunakan pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan. Berhentilah ilusi Papua pernah merdeka atau akan merdeka. Mari bangun dari mimpi indah, yaitu dengan membangun Papua yang kita cintai sejajar dengan Propinsi lain,"paparnya.