TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto mendesak pemerintah menjamin ketersediaan gas bagi kelancaran industri nasional sebelum melakukan ekspor.
Hal ini diungkapkan setelah Komisi VII melakukan kunjungan kerja ke PLTGU Cilegon, Banten, Kamis (3/11).
Dalam kunjungan tersebut diketahui bahwa pasokan gas untuk keperluan produksi listrik masih terkendala.
PLTGU Cilegon misalnya, hingga saat ini masih mengalami ketidakjelasan jaminan alokasi pasokan gas jangka panjang.
"Kebutuhan gas PLTGU Cilegon sebesar 110 BBTUD namun yang dapat dipenuhi oleh PGN dan PHE OSES hanya sekitar 55%, sehingga masih defisit gas sebesar 50 BBTUD. Alokasi gas dari PHE OSES, yang sekitar 30 BBTUD itu sendiri akan berakhir pada tahun 2021," ujar Mulyanto, dalam keterangannya, Jumat (4/12/2020).
Baca juga: Ada Mobil Mencurigakan Parkir di Pinggir Jalan, Langsung Tancap Gas saat Didekati Polisi
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu turut menagih komitmen Pemerintah memprioritaskan pasokan gas untuk kebutuhan domestik.
Dengan demikian, kata dia, industri dalam negeri dan pembangunan ketahanan pangan dapat tumbuh dan menghasilkan efek pengganda (multiflyer effect) bagi pembangunan nasional.
"Tanpa komitmen ini, maka industri termasuk juga pembangkit listrik yang bergantung pada sumber gas akan jalan terseok-seok dan terkendala produksi. Ini tidak bagus bagi masa depan industri kita serta dampaknya bagi pembangunan nasional secara umum," ungkapnya.
Baca juga: Kemenperin Kawal Realisasi Penurunan Harga Gas Industri
Mulyanto mengingatkan pemerintah jangan memandang gas sebagai komoditas ekonomi yang dapat diperdagangkan atau diekspor ke luar negeri.
Namun gas harus dilihat sebagai sumber daya energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga harus dioptimalkan dalam menunjang pembangunan nasional.
"Penggunaan gas untuk keperluan industri dalam negeri harus dioptimalkan agar dapat meningkatkan nilai tambah dan menghasilkan efek pengganda bagi pembangunan nasional. Ini harus menjadi perhatian utama Pemerintah. Paradigma gas sebagai modal pembangunan sebenarnya sudah tercantum dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN)," jelasnya.
Mulyanto menilai ketimpangan alokasi distribusi gas untuk keperluan dalam negeri dan ekspor sangat mengkhawatirkan.
Sebab kendala kekurangan pasokan gas tidak saja dialami oleh PLTGU Cilegon tapi juga terjadi di industri pupuk.
Oleh karenanya, dia menegaskan kondisi ini harus disikapi dengan cermat dan cepat.
Apabila dibiarkan hal ini dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kalau perlu kita stop ekspor gas. Pemerintah jangan hanya obral janji, namun harus konsisten ditepati," tegas Mulyanto.
Untuk diketahui, nilai ekspor gas nasional pada tahun 2011 sebesar 23 Milyar USD (surplus 21.6 milyar USD) dan terus menurun sampai 10 Milyar USD (surplus 7.4 milyar USD) di tahun 2018.
Sementara dari data Dirjen Migas Kementerian ESDM, produksi gas pada tahun 2020 diproyeksikan sebesar 6,028 MMSCFD, terus meningkat sampai tahun 2025 menjadi sebesar 7,102 MMSCFD.
Dari sejumlah itu pada tahun 2020 diperkirakan ekspor gas sebesar 1,999 MMSCFD (atau 33% dari produksi) dan diperkirakan akan menurun pada tahun 2025 menjadi sebesar 1,236 MMSCFD (atau hanya sebesar 17.4% dari total produksi).