TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aktivitas PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dalam pengajuan izin ekspor benih bening lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Hal ini terkait dengan kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Hal tersebut didalami dari saksi bernama Deden Deni.
"Didalami mengenai pengetahuan saksi tentang aktifiitas PT ACK dalam pengajuan permohonan izin ekspor benur lobster di KKP," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (8/12/2020).
Selain itu, KPK pun mengonfirmasi ihwal proses dan data terkait aktivitas keuangan PT Dua Putra Perkasa (DPP) dalam kasus ini dari keterangan saksi pegawai PT DPP Betha Maya Febiana.
Diketahui berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.
Disebutkan juga dalam konstruksi perkara kasus ini, pada tanggal 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Achmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosyati Dewi, Syafri, dan Andreu Pribadi Misata.
Baca juga: Kasus Suap Ekspor Benur, Adik Prabowo Subianto Sindir Susi Pudjiastuti, Ini Respon Eks Menteri KKP
Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyari Dewi di Hawaii, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Uang itu dibelanjakan jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.
Dalam kosntruksi perkara Diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penggunaan PT ACK sebagai satu-satunya perusahaan kargo ekspor benur membuat tarif ekspor semakin mahal.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin (swasta).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.