TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan adalah hak masyarakat untuk berspekulasi mengenai reshuffle Kabinet Indonesia Maju (KIM).
Begitu juga spekulasi bahwa reshuffle akan dilakukan dalam waktu dekat karena kursi Menteri Kelautan dan Perikanan definitif kosong pasca Edhy Prabowo diciduk KPK karena dugaan suap ekspor benih Lobster.
"Hak-nya masyarakat untuk berspekulasi," kata Moeldoko di Kantor Presiden Jakarta, Selasa, (1/12/2020).
Menurut Moeldoko, Presiden pada saatnya akan mengumumkan apakah penunjukan Menteri KKP yang baru nantinya sekaligus reshufle atau tidak.
"Tapi tunggu saatnya. Jawabannya tunggu saatnya," katanya.
Begitu pula spekulasi mengenai calon Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis yang akan segera pensiun.
Menurut Moeldoko, biar saja masyarakat berspekulasi mengenai calon Kapolri, karena Presiden punya kunci penilaian tersendiri mengenai siapa sosok yang tepat.
Indonesia Police Watch (IPW) menyebut ada 4 Polisi Jenderal Bintang Tiga yang masuk bursa Calon Kapolri.
Diantaranya yakni Listyo Sigit Prabowo, Gatot Eddy Pramono, Boy Rafli Amar dan Agus Andrianto.
"Biarkan masyarakat berkalkulasi. itu masyarakat punya hak untuk itu tapi presiden juga punya kunci sendiri untuk menentukan siapa yang akan menjabat," pungkasnya.
Kapan Reshuffle-nya?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan melakukan perombakan kabinet atau reshuffle pada akhir Desember 2020, seiring dua menterinya ditetapkan tersangka dugaan suap oleh KPK.
"Menurut saya, sangat mungkin terjadi reshuffle pada Rabu Pon tanggal 23 Desember nanti," ujar Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid saat dihubungi, Jakarta, Jumat (11/12/2020).
Menurut Jazilul, pada bulan ini terdapat dua tanggal yang baik berdasarkan penanggalan Jawa, yaitu 23 dan 30 Desember 2020.
"Tanggal 23 Desember jatuhnya Rabu Pon, neptunya 14 Lakuning Rembulan atau berikutnya 30 Desember Rabu Kliwon, neptunya 15 lakuning Srengenge (Matahari). Semua sama bagusnya," papar Jazilul.
"Hemat saya, Rabu Pon bagus, lebih adem ayem. Namun, itu mutlak kewenangan Presiden kapan hari yang tepat dan pengganti yang tepat pula," sambungnya.
Terlepas dari hal tersebut, Jazilul mengimbau semua pihak untuk bersabar, karena perombakan kabinet merupakan hal prerogatif dari Presiden.
"Issu tersebut (reshuffle) bisa jadi benar. Hemat saya, kita bersabar dan berdoa agar Presiden memutuskan yang terbaik dan diridhoi Allah SWT untuk kebaikan bersama," tutur Wakil Ketua MPR itu.
Menguatnya isu reshuffle muncul setelah KPK menetapkan tersangka Edhy Prabowo yang sebelumnya menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Juliari Peter Batubara yang menjabat Menteri Sosial.
Wasekjen DPP PPP Achmad Baidowi menilai, harus ada reshuffle kabinet.
"Memang tidak ada alasan lain, sudah dua pos menteri kosong. Saya rasa perlu reshufflle, harus, supaya pelayanan-pelayanan publik dan kerja kementerian tidak terganggu," kata Baidowi.
Terkait sosok yang pantas menjabat dua pos tersebut, Baidowi mengatakan hal itu hak prerogatif Presiden Jokowi.
Namun, ia menilai adanya dua menteri yang menjadi tersangka akan membuat Presiden Jokowi lebih selektif memilih calon menterinya.
"Terutama dalam hal integritas dan mungkin juga membuat aturan yang ketat terhadap lingkungan kerja di masing-masing kementerian," ucap Anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
"Ada batasan-batasan tertentu mungkin yang bisa dilakukan supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan," pungkas Baidowi.
Tiga Skenario Reshuffle
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai Presiden Joko Widodo memiliki tiga skenario reshuffle yang mungkin dilakukan untuk mengganti menteri yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pertama, pengganti dua menteri tetap diberikan ke Partai Gerinda dan PDI Perjuangan.
Baca juga: Relawan Nilai Sekarang Momentum yang Tepat Jokowi Lakukan Reshuffle Kabinet
Skenario kedua, dua kementerian itu diberikan kepada pihak lain, bisa dari parpol koalisi lain atau kalangan profesional non-parpol.
Namun, Partai Gerindra dan PDI Perjuangan tetap dapat slot di kementerian lain.
Baca juga: Jokowi Siap Pertaruhkan Reputasi Politik Demi Rakyat, Singgung Soal Resuffle dan Pembubaran Lembaga
"Dua Kementerian itu bagian jatah politik koalisional kabinet akomodatif Jokowi. Prinsipnya, tidak mengurangi jatah pos menteri dari PDI Perjuangan dan Gerindra. Paling hanya tukar posisi menteri,” kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/12/2020).
Skenario ketiga, posisi dua kementerian itu diberikan ke pihak lain dengan mengurangi jatah kursi PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.
“Tapi skenario ini beresiko menimbulkan gejolak, terutama PDI-P sebagai partai pemenang pemilu. Karenanya, skenario ini sulit diwujudkan,” kata Adi.
Ia menyarankan agar presiden mengubah susunan kabinet atau reshuffle pasca-penetapan Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Adi mengatakan, Jokowi perlu mempertimbangkan aspek integritas dalam memilih menteri dalam melakukan reshuffle agar tak menjadi beban dalam menjalankan pemerintahan.
“Yang jelas Jokowi pasti reshuffle mengganti dua menteri yang jadi tersangka. Wajib selektif, integritas yang utama. Jangan sampai menteri jadi beban presiden karena perilaku korup mereka,” kata Adi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin ekspor bibit lobster.
Edhy diduga menerima uang hasil suap tersebut sebesar Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra perkasa (PT DPP) Suharjito.
Tidak lama berselang, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial Covid-19.
Juliari diduga menerima Rp 17 miliar yang merupakan fee dari perusahaan rekanan proyek pengadaan dan penyaluran bantuan sosial Covid-19.
KPK menyebut, fee yang dipatok untuk disetorkan rekanan kepada Kementerian Sosial sebesar Rp 10.000 dari nilai Rp 300.000 per paket bantuan sosial.
Usulan PPP
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) Arsul Sani, mengusulkan kepada presiden segera menetapkan pengganti dua menteri yang tersandung kasus korupsi secara definitif.
Menurut Arsul, hal itu sekaligus bisa menjadi momen untuk melakukan reshuffle kabinet.
"Terkait dengan terseretnya dua anggota kabinet dalam kasus hukum di KPK, PPP mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk segera mengisi pos dua menteri ini segera secara definitif," kata Arsul
"Tentu pengisian dua pos menteri ini bisa sekaligus menjadi ruang untuk reshufle kabinet yang memang tidak ditutup kemungkinannya oleh presiden," imbuhnya.
Kendati demikian, Wakil Ketua MPR RI ini menilai, reshuffle kabinet bukan merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan Jokowi untuk mengisi kekosongan kursi dua menteri.
Dari Sandiaga hingga Risma
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dikabarkan akan menjadi Menteri Sosial, menggantikan Juliari Batubara yang menjadi tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menyebut, peluang Risma menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, tergantung dari restu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan.
"Kalau dia (Risma) direkomendasikan oleh Megawati jadi Mensos, maka peluang itu besar, karena kuncinya restu dan rekomendasi Megawati sebagai Ketum PDIP," ujar Ujang saat dihubungi, Jakarta, Senin (14/12/2020).
Menurut Ujang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memiliki hak prerogatif dalam menentukan pembantunya di tingkat eksekutif, diperkirakan akan tetap memberikan kursi menteri sosial kepada PDI Perjuangan.
"Saya sudah memprediksi jauh-jauh hari, jika kursi Mensos masih akan diberikan ke PDIP. Soal nama itu tergantung PDIP dan sekarang yang muncul nama Risma," tutur Ujang.
Jika nantinya Risma benar menjadi menteri sosial, Ujang menyebut kehadiran Risma belum tentu membawa citra positif ke pemerintahan Presiden Jokowi.
"Tak akan membuat pemerintah serta merta menjadi positif, karena kita tak tahu kinerjanya nanti bagus atau tidak," ucap Ujang.
Saat ini, mantan Mensos Juliari Batubara yang merupakan kader PDI Perjuangan dan kini ditetapkan tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk Jabodetabek.
Kekosongan kursi menteri sosial, menimbulkan kabar Risma diminta Presiden Jokowi untuk menempati posisi tersebut.
Punya Rekam Jejak Bagus
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut penentuan sosok pengganti Juliari Batubara menjadi menteri sosial (mensos), merupakan hak prerogatif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, jika kursi menteri sosial kembali diberikan PDI Perjuangan, maka kader yang diutus harus mendapatkan restu dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Jika penggantinya dari PDIP, semuanya sebegitu tergantung Megawati. Itulah fatsoen politik kita, tak bisa mengukur segala sesuatu berdasarkan tren di media," ujar Adi saat dihubungi, Jakarta, Senin (14/12/2020).
PKB Dukung Risma
Wakil Ketua Umum PKB Faisol Riza menilai, Risma memiliki kompetensi menjadi menteri sosial.
"Secara profil, Bu Risma memiliki kompetensi untuk itu (menjadi menteri sosial). Saya yakin beliau mampu bekerja di bawah tekanan masalah terkait pandemi Covid-19," kata Faisol kepada wartawan, Senin (14/12/2020).
Ketua Komisi VI DPR RI itu menilai, untuk menjadi seorang menteri sosial, harus memiliki kemampuan mitigasi bencana dan masalah sosial.
"Kriteria utama yang menurut saya penting dijadikan tolok ukur adalah kemampuan melalukan mitigasi bencana dan masalah sosial, terutama mampu menjadikan pandemi ini sebagai tantangan yang harus diatasi secepatnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Faisol mengatakan pemerintah butuh menteri sosial secara definitif dengan segera, terlebih saat ini pemerintah fokus menghadapi dampak pandemi Covid-19.
Namun demikian, hal itu tentu merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menentukan, siapa yang layak menjadi menteri sosial.
"Semua ada di tangan presiden. Memang beliau membutuhkan mensos yang definitif menyusul mundurnya Bpk Juliari Batubara," pungkas Faisol.
Sementara itu, Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf menilai, Tri Rismaharini tidak cocok menjadi menteri sosial.
"Benar sekali (tidak cocok). Rasanya sangat tidak sesuai dengan wilayah bidang garapannya," ucap Bukhori saat dihubungi Tribunnews, Senin (14/12/2020).
Menurut Bukhori, ada beberapa alasan mengapa Tri Rismaharini tidak cocok menjadi menteri sosial.
Satu diantaranya yaitu lantaran Risma adalah kader partai politik.
"Kementerian Sosial harus dikelola oleh orang yang tidak dibayang-bayangi oleh partai politik dalam kerjanya," kata Anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Selain itu, menjadi menteri sosial harus mengerti bagaimana cara mengentaskan kemiskinan.
Sehingga, seorang menteri sosial harus memiliki solusi bagi problem sosial di Indonesia.
"Mengerti bagaimana cara mengentaskan kemiskinan bukan memelihara kemiskinan dan mencintai orang miskin," ujar Bukhori.
Nama politikus Partai Gerindra Sandiaga Uno dan Fadli Zon santer disebut bakal menggantikan posisi Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Lantas siapakah yang pantas mengisi kursi menteri yang kosong tersebut?
Pengamat politik Universitas Paramadina Djayadi Hanan menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan lebih memilih politikus Gerindra Sandiaga Uno, ketimbang Fadli Zon untuk menggantikan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Dugaan saya Menteri KKP masih akan dijadikan jatah Gerindra. Jadi siapa yang diajukan Gerindra yang akan jadi pertimbangan. Bila yang diajukan Fadli Zon dan Sandi, dugaan saya peluangnya lebih besar Sandi,” kata Djayadi, Rabu (2/12/2020).
Pria yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia ini mengatakan, posisi Sandi yang pernah menjadi calon Wakil Presiden dan pengalamannya sebagai pengusaha menjadi salah satu alasan kuatnya.
Pegalaman Sandi sebagai pengusaha, menurut dia, bisa akan lebih diperlukan Jokowi untuk membantu memulihkan ekonomi dari bidang kelautan dan perikanan serta maritim secara umum.
Namun, kalau hanya satu nama yang diajukan Gerindra, yakni Fadli Zon, lanjut dia, sepanjang tidak ada keberatan serius dari Jokowi, maka peluangnya besar.
“Kalau hanya satu nama yang diajukan Gerindra, yakni Fadli Zon, sepanjang tidak ada keberatan serius dari Jokowi, maka peluangnya besar,” jelasnya.
Paling tidak kata dia, masuknya Fadli Zon ke dalam kabinet, akan mengurangi suara kritis terhadap pemerintahan Jokowi-Maruf Amin di sisa pemerintahan hingga 2024 mendatang.
“Secara politik, kalau Fadli Zon yang jadi diajukan oleh Gerindra, saya kira Jokowi tidak keberatan karena itu akan mengurangi suara kritis terhadap pemerintahan,” jelas Djayadi Hanan.