TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan akan ikut mengawal proses penyelesaian kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu, baik secara yudisial maupun non yudisial.
Satu di antaraanya dengan memastikan semua kebijakan yang dirumuskan sejalan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip HAM Internasional.
Hal itu disampaikan Tenaga Ahli Utama Deputi V KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin saat membuka Webinar Festival HAM 2020 dengan tema ‘Pemerintah Daerah dan Penanganan Pelanggaran HAM Berat Masa lalu: Pengungkapan Kebenaran, Pemulihan, dan Moralisasi’, Jumat (18/12/2020).
“Terutama melalui upaya dialog antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dalam mencari titik temu penyelesaian masalah HAM masa lalu. Kami akan ikut mengawal bersama Presiden,” kata Siti Ruhaini Dzuhayatin.
Baca juga: Jasa Marga Beri Penjelasan Soal Spesifikasi CCTV di Tol Jakarta-Cikampek kepada Komnas HAM
Baca juga: KSP: Fasilitas Penunjang Siap Beroperasi Sambut MotoGP 2021 di Mandalika
Ruhaini menegaskan, kembali bagaimana Presiden Joko Widodo yang berkomitmen terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM yang merupakan pilar penting bagi Indonesia yang beradab, tangguh, dan maju.
Ia juga menyebut, Pemerintah selalu berupaya untuk menuntaskan masalah HAM masa lalu secara bijak dan bermartabat.
Ruhaini pun memaparkan bagaimana perlunya terobosan kehadiran negara di hadapan para korban masalah HAM masa lalu.
Seperti memberikan immediate-reparasi dalam bentuk bantuan sosial ekonomi mendesak, terutama saat pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai.
“Juga perlu ada komitmen bersama baik pemerintah, legislatif, yudikatif, Komnas HAM, masyarakat, elit politik, dan pemangku kepentingan dalam penyelesaian masalah HAM masa lalu,” tambah Ruhaini.
Baca juga: FPI Minta Komnas HAM Pimpin Pengusutan Kasus Kematian 6 Pengawal Rizieq Shihab
Ia juga menekankan perlunya koordinasi yang lebih sistematis dan berkelanjtuan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai garda terdepan penjaga hak.
Kepastian itu diperlukan untuk memastikan percepatan pemulihan dan aksi afirmasi terutama melalui pengadaan Pemerintah Daerah dan Penanganan Pelanggaran HAM Berat Masa lalu: Pengungkapan Kebenaran, Pemulihan, dan Moralisasi’, Jumat (18/12).
BPJS, beasiswa bagi anak korban, hingga kegiatan ekonomi berkelanjutan yang dapat mengembalikan kondisi layak hidup.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal HAM Kemenkum HAM Mualimin Abdi juga setuju perlu adanya komitmen bersama serta terobosan baru dalam penyelesaian masalah HAM masa lalu.
Bahkan, Mualimin menerangkan, pihaknya punya inisiatif untuk membentuk Unit Presiden Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui Mekanisme Non Yudisial.
“Ini satu ikhtiar. Hanya saja perlu Perpres sebagai cantolan untuk mendorong mekanisme pemulihan. Saya menyadari ini bukan barang yang mudah, tapi sudah sesuai dengan mandat Undang-undang No. 26 tahun 2000,” jelas Mualimin.
Di sisi lain, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menegaskan, pihaknya tetap fokus pada pemulihan korban dan keluarga korban masalah HAM masa lalu melalui tida pendekatan.
Di antaranya bantuan medis, bantuan rehabilitasi psikososial, dan bantuan psikologis. Menurut Hasto, hal itu sesuai dengan pasal 6 ayat 1 UU No. 31 tahun 2014.
Hasto juga berharap, Pemerintah bisa mengamanahkan pasal 7 ayat 1 UU No.31 tahun 2014 yang menyatakan korban pelanggaran HAM yang berat dan korban tindak pidana terorisme berhak mendapat kompensasi.
“Maka kami mendorong agar Pemerintah punya alokasi khusus yang spesifik disebutkan dalam nomenklatur anggaran untuk korban. Sehingga ada perhatian besar pada upaya pemulihan ini,” pungkas Hasto.