TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 37 anggota Front Pembela Islam (FPI) terkait jaringan teroris.
Kemudian 20.068 kotak amal diduga untuk mendanai kelompok teroris.
Di pihak lain, pemerintah juga dianggap gagal melakukan antisipasi.
Fenomena tersebut mengundang keprihatinan Prof. Dr. Hermawan Sulistyo, pengamat terorisme yang juga peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Baca juga: FPI: 37 Terdakwa Kasus Terorisme Itu Oknum dan Tidak Mewakili Organisasi Kami
Melihat fakta bahwa 37 anggotanya terlibat terorisme, muncul kekhawatiran FPI termasuk organisasi teroris?
"Saya sungguh-sungguh prihatin. Seharusnya pemerintah bisa mencegah jangan sampai FPI menjadi organisasi teroris. Itu bisa dilakukan kalau kita punya road map yang jelas," ungkap Kiki, panggilan akrab Hermawan Sulistyo, di Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Sebelumnya, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengungkapkan, sebanyak 37 anggota FPI terlibat aksi terorisme.
Mereka bergabung ke kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Ke-37 anggota FPI itu pun, katanya, melakukan serangan teror.
Baca juga: Saksi di TKP Hingga Ahli Balistik Kembali Diperiksa Dalam Kasus Bentrokan FPI-Polri
"Kami mencoba membuka data, kebetulan saya Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme di UI. Saya buka datanya ada 37 anggota FPI atau dulunya anggota FPI yang bergabung dengan JAD, MIT dan sebagainya yang terlibat aksi teror," kata Benny dalam diskusi virtual, Minggu (13/12/2020).
Beberapa di antara mereka, diperkirakan masih aktif terlibat aksi terorisme di berbagai tempat.
Bahkan mereka menyembunyikan gembong teroris Noordin M Top.
"Ada yang akses ke senjata di Filipina Selatan dan Aceh. Ada yang melakukan pengeboman Polresta Cirebon, ada yang menyembunyikan Noordin M Top di Pekalongan, ada yang merakit bom dan sebagainya," ungkapnya.
Benny menegaskan data tersebut bukan rekayasa, sebab beberapa di antara mereka sudah diproses oleh pengadilan dan terbukti bersalah.