News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Nurhadi

Terungkap, Harga Renovasi Rumah Nurhadi di Patal Senayan Capai Rp 14 Miliar

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kontraktor bernama Budi Susanto ketika duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung, Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2020)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi seorang kontraktor bernama Budi Sutanto dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA).

Budi bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.

Budi Sutanto merupakan kontraktor atau pengawas teknis yang merenovasi serta membangun sejumlah rumah dan kantor milik Nurhadi.

Dalam persidangan tersebut, terungkap adanya renovasi rumah milik Nurhadi di Patal Senayan, Jakarta Selatan, yang mencapai angka Rp14 miliar.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Hingga Kini Belum Ada Bukti Aliran Uang ke Nurhadi

Hal itu terungkap setelah jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) Budi Sutanto saat diperiksa di KPK.

Dalam BAP-nya, Sutanto membeberkan bahwa biaya untuk perombakan rumah Nurhadi di Patal Senayan mencapai Rp14 miliar.

"Dalam BAP saudara, renovasi perombakan di Patal Senayan sebesar Rp14.500.792.707 miliar. Adapun pelaksanaan renovasi dilakukan pada 2017-2018?" tanya jaksa kepada Budi Sutanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2020).

Baca juga: Tiga Nama Hakim Agung Disebut dalam Sidang Kasus Suap dan Gratifikasi Nurhadi

Budi pun mengamini BAP yang dibacakan oleh jaksa tersebut.

Tak hanya rumah yang di Patal Senayan, jaksa pun membeberkan adanya renovasi dua rumah milik Nurhadi di Hang Lekir, Jakarta Selatan. Hal itu masih tertuang dalam BAP Budi Sutanto.

"BAP 20, terhadap renovasi bangunan tempat yang dimiliki Nurhadi dapat saya jelaskan detail pertama rumah di Hang Lekir 5 dan 8. Untuk hang lekir 5-6 senilai Rp770.920.707. Sedangkan Hang Lekir 8/2, senilai Rp741.439.876 juta. Benar?" tanya jaksa saat membacakan BAP Budi Sutanto.

Baca juga: Selebgram Ini Ungkap Tas yang Dibeli Anak Nurhadi Rp600 Juta Adalah Tas-nya Para Sosialita

Budi kembali mengamini pernyataan jaksa. Lebih lanjut, jaksa kembali membeberkan adanya perombakan di Apartemen District 8 SCBD, Jakarta Selatan, dengan nilai total sekira Rp3,9 miliar. Apartemen itu disebut-sebut juga milik Nurhadi.

"Selanjutnya di Apartemen District 8 tahun 2017-2018 habiskan anggaran 3.900.729.880 miliar. Apakah tetap sesuai data yang saudara punya?" tanya jaksa ke Budi.

"Ya berdasarkan data," jawab Budi.

Budi mengaku bahwa semua pembayaran untuk renovasi bangunan tersebut dilakukan oleh Nurhadi secara langsung (cash), atau tidak melalui transfer.

"Semuanya cash. Tidak pernah (transfer)," kata Budi.

Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.

Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.

Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.

Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN. Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.

PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat. Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.

Tak terima, PT KBN mengajukan banding. Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.

PT KBN lantas bermohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan aanmaning/teguran.

Mengetahui akan dieksekusi, Hiendra meminta bantuan kakaknya Hengky Soenjoto untuk dikenalkan dengan advokat Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky.

Dalam pertemuan di cafe Vin+ Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Hiendra meminta Rahmat menjadi kuasanya dalam permohonan PK perkara gugatan dengan PT KBN sekaligus mengurus penangguhan eksekusi.

Satu bulan usai pertemuan, tepatnya tanggal 20 Agustus 2014, Hiendra memberi surat kuasa kepada Rahmat sekaligus memberi uang Rp300 juta dan cek OCBC NISP atas nama PT MIT nomor NNP 218650 sejumlah Rp5 miliar yang bisa dicairkan setelah permohonan PK didaftarkan ke MA. Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mendaftarkan permohonan PK dan permohonan penangguhan eksekusi.

Beberapa hari kemudian, tutur Jaksa, Hiendra mencabut kuasa yang telah diberikan dan melarang Rahmat mencairkan cek Rp5 miliar.

"Namun pada kenyataannya Hiendra meminta terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut, padahal diketahui pada saat itu, terdakwa II bukanlah advokat," ucap Jaksa sebagaimana surat dakwaan.

Lebih lanjut, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000. Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.

Penerimaan uang di antaranya dari Handoko Sutjitro (Rp2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp7 miliar); Freddy Setiawan (Rp23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp1.687.000.000).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini