News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Djoko Tjandra

Pakar TPPU: Orang yang Mentransfer atau Menukar Uang Hasil Korupsi Bisa Kena Pasal Serupa

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (18/11/2020). Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi-saksi. Tribunnews/Irwan Rismawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang gratifikasi pengurusan red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari.

Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/12/2020).

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya soal bagaimana duduk persoalan jika ada seorang pegawai pemerintah yang menerima uang valuta asing cukup besar dari seseorang dan membelanjakan uang tersebut untuk berbagai hal.

Mulai dari menukarnya ke rupiah dengan menyuruh seseorang, hingga beli mobil.

Menjawab pertanyaan jaksa, Yenti menerangkan bahwa siapapun yang terlibat kemanapun uang hasil kejahatan itu mengalir, mereka adalah bagian dari kejahatan pencucian uang.

Orang yang menyuruh disebut pelaku aktif. Sedangkan penerima suruhan itu disebut pelaku pasif.

"Kemanapun alirannya, kalau itu berdasarkan dari 500 ribu dolar AS, kalau itu dari hasil kejahatan, dan siapapun yang terlibat mentransferkan, membelanjakan, mungkin dia menyuruh orang lain membayar, itu adalah pelaku pencucian uang aktif. Yang menerima adalah pasif," kata Yenti di persidangan.

Dikatakan Yenti, dalam menentukan pelaku TPPU perlu juga melihat apakah unsur subjektifnya terpenuhi, disamping unsur objektifnya.

Sebab, pihak yang menerima perintah untuk mengubah uang hasil kejahatan tersebut, seperti diminta menukarkan uang valuta asing atau mentransfernya, perlu dipertanyakan apakah mereka tahu dari mana sumber uang itu.

Bila mereka tahu tapi tetap menuruti perintah tersebut, maka orang yang menukar atau mentransfer itu juga bisa dikenakan pasal TPPU.

"Yang terpenting adalah unsur subjektifnya terpenuhi, bahwa yang disuruh mentransfer atau menukarkan ke money changer, dia patut menduga tidak? Bahwa ini hasil kejahatan," bebernya.

Baca juga: Hakim Peringatkan Pinangki karena Berikan Keterangan Berbeda-beda dalam Sidang

"Kalau memang dia patut menduga, dan dia tetap mau bahkan kalau dia dapat komisi, dia bisa kena," sambung Yenti.

Diketahui jaksa Pinangki Sirna Malasari dijerat dengan dakwaan pencucian uang suap yang diterimanya dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

Uang tersebut dibelanjakan oleh Jaksa Pinangki untuk membeli mobil BMW X5, sewa apartemen hingga perawatan kecantikan di Amerika Serikat.

Pembelanjaan tersebut ditujukan untuk menyembunyikan asal-usul duit haram tersebut.

Disebutkan bahwa Pinangki menerima duit sejumlah 500 ribu dolar AS dari Andi Irfan Jaya. Duit tersebut kemudian diberikan ke Anita Kolopaking sejumlah 50 ribu dolar AS.

Dalam dakwaannya jaksa menyebut pada periode 2019-2020 Pinangki sempat akan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari Djoko Tjandra dengan cara menukarkan uang 337.600 dolar AS ke money changer atau senilai Rp 4,7 miliar.

Pinangki juga meminta suaminya AKBP Napitupulu Yogi Yusuf juga menukarkan mata uang 10.000 dolar AS atau senilai Rp 147,1 juta lewat anak buahnya.

Kemudian, pada periode November 2019 hingga Juli 2020, uang tersebut dibelanjakan untuk kepentingan pribadi Pinangki.

Pertama, ucap Jaksa, Pinangki membelanjakan uang sejumlah Rp 1.753.836.050 atau Rp 1,7 miliar untuk 1 unit BMW X5 dengan pelat nomor F 214.

Pembayaran dilakukan dengan cara tunai dalam beberapa tahap.

Selanjutnya Pinangki juga membayarkan sewa apartemen di Amerika Serikat pada Desember 2019 senilai Rp 412,7 juta.

Baca juga: Pinangki Sewa Apartemen Senilai Rp 882 Juta

Pembayaran itu dilakukan dengan cara setor tunai lewat rekening BCA milik terdakwa Pinangki.

Dia juga membelanjakan uang haram itu untuk Pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat yang bernama dokter Adam R Kohler sebesar Rp 419,4 juta.

Selanjutnya Pinangki juga membelanjakan uang haram itu untuk pembayaran dokter home care atas nama dr Olivia Santoso terkait perawatan kesehatan dan kecantikan serta rapid test sebesar Rp 176,8 juta.

Pinangki pun menggunakan uang itu untuk melakukan pembayaran kartu kredit di berbagai bank sejumlah Rp 467 juta, Rp 185 juta, Rp 483,5 juta, Rp 950 juta.

Pembayaran itu dilakukan pada periode November 2019 hingga Juli 2020.

Pinangki juga tercatat melakukan pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature dari Februari 2020-Februari 2021 sebesar 68.900 dolar AS atau setara Rp 940,2 juta.

Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (25/11/2020). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni mantan Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Terakhir, Pinangki menggunakan uang haram dari Djoko Tjandra untuk membayar Sewa Apartemen Darmawangsa Essence senilai 38.400 dolar AS atau setara Rp 525,2 juta.

"Maka jumlah keseluruhan uang yang digunakan oleh terdakwa adalah sebesar USD 444.900 atau setara Rp 6.219.380.900 atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersbut dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi," ujar jaksa.

Atas perbuatannya itu Pinangki didakwa dan diancam pidana melanggar Pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini