Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil menerima suap sebesar 20 dolar AS dan 100 dolar Singapura dari Komisaris PT Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo. Jika dirupiahkan, maka Rizal menerima setara Rp1,35 miliar.
"Terdakwa Rizal Djalil sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI menerima hadiah sejumlah 100 ribu dolar Singapura dan 20 ribu dolar AS dari Leonardo Jusminarta Prasetyo selaku Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama," ujar Jaksa Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (28/12/2020).
Jaksa bilang, Rizal menerima suap agar perusahaan milik Leonardo Jusminarta Prasetyo yaitu Minarta Dutahutama diupayakan jadi pelaksana proyek pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria paket 2 pada Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (PSPAM) Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: KPK Lakukan Pelimpahan Tahap II Eks Anggota BPK Rizal Djalil
Jaksa kemudian menceritakan awal perkenalan Rizal dengan Leonardo. Keduanya bertemu pertama kali di acara kedinasan di Bali pada 2016 ketika diperkenalkan mantan adik ipar Rizal bernama Febi Festia.
Dua minggu berselang, Febi mengantar Leonardo ke rumah Rizal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Baca juga: Jadi Koordinator Aksi 1812, Ini Sosok Rizal Kobar, Pendukung Rizieq, Pernah Beberapa Kali Ditangkap
Di sana, Leonardo memperkenalkan diri sebagai lulusan Australia dan ingin mengerjakan proyek-proyek di Kementerian PUPR melalui perusahaan PT Minarta Dutahutama.
Oktober 2016, Rizal lantas memanggil Direktur PSPAM Kementerian PUPR Mochammad Natsir dan menyampaikan temuan kegiatan pembangunan tempat evakuasi sementara di provinsi Banten.
Akan tetapi, Natsir mengatakan proyek itu bukan di Direktorat PSPAM.
"Yang kemudian dijawab oleh terdakwa 'Saya tahunya pak Nasir-lah', kemudian Natsir menjawab 'Iya pak, nanti saya koordinasikan'. Terdakwa kemudian menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan dilaksanakan pemeriksaan khusus di Direktorat PSPAM dan dijawab Natsir 'Silakan Pak'," kata Jaksa Ikshan.
Baca juga: Luhut Mengaku Jadi Inisiator Omnibus Law UU Cipta Kerja, Ajak Diskusi Mahfud MD dan Sofyan Djalil
Rizal juga mengatakan akan ada stafnya yang menghubungi Natsir.
Berikutnya, Leonardo dan Festia datang ke kantor Natsir di gedung Kementerian PUPR dan menegaskan bahwa dirinyalah orang yang dimaksudkan Rizal.
Leonardo juga menyampaikan keinginan untuk ikut serta dalam lelang proyek di lingkungan Direktorat PSPAM. Natsir lalu mempersilakan PT Minarta Dutahutama mengikuti lelang.
Rizal kemudian menandatangani surat tugas pada 21 Oktober 2016 untuk melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR dan Instansi Terkait Tahun 2014, 2015, dan 2016 di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi.
Berdasarkan klarifikasi dari pihak auditor tersebut, didapat laporan dari masing-masing PPK bahwa dalam dokumen Temuan Pemeriksaan (TP) terdapat temuan sejumlah Rp37,23 miliar.
Setelah dilakukan klarifikasi antara Satker SPAM Strategis dengan Tim Pemeriksa BPK dalam pertemuan pada April 2017, dokumen temuan berubah menjadi Rp18 miliar.
Natsir kemudian menyampaikan pesan kepada Kepala Satuan Kerja (Kasatker) SPAM Strategis Tampang Bandaso bahwa ada proyek di Direktorat PSPAM yang diminati Rizal melalui kontraktor bernama Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Natsir selanjutnya digantikan oleh Muhammad Sundoro alias Icun, dan Icun meminta agar Kepala Satger SPAM Strategis baru yaitu Rahmat Budi Siswanto mengakomodasi permintaan Rizal tersebut.
Pada pertengahan 2017, Leonardo meminta Direktur Teknis dan Pemasaran PT Minarta Dutahutama Misnan Miskiy menyiapkan dokumen untuk proyek pembangunan JDU SPAM IKK Hongaria Paket 2.
PT Minarta Dutahutama lalu dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek Hongaria 2 Tahun Anggaran 2017-2018 yang lokasi pengerjaannya di wilayah Pulau Jawa meliputi Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur yang total nilainya Rp75,835 miliar.
Sekira Januari 2018, Tampang Bandaso melaporkan kepada Natsir bahwa hasil akhir PDTT di Satker SPAM Strategis tahun 2014, 2015 dan 2016 belum keluar, Natsir lalu meminta Leonardo menanyakannya kepada Rizal.
Pada Maret 2018, Leonardo meminta karyawan PT Minarta bernama Yudi Yordan mengantarkan uang ke rumah Febi Festia sejumlah 100 ribu dolar Singapura dan 20 ribu dolar AS sambil berkata "Ini titipan 'dokumen' dari pak Leo".
Febri Festia bersedia menerima amplop berisi uang tersebut karena sebelumnya pernah menerima pesan dari Rizal bahwa kalau ada "sesuatu" yang ingin disampaikan agar menghubungi anak Rizal bernama Dipo Nurhadi Ilham.
"Febi lalu menghubungi Dipo dengan mengatakan 'Dipo... ini ada uang 100 ribu Singapura dolar dari pak Leo, untuk diserahkan ke ayah..'. Atas penyampaian Febi itu, Dipo meminta agar uang tidak diberikan dalam mata uang asing," kata jaksa.
Febi lalu menukarkan uang 100 ribu dolar Singapura itu ke mata uang rupiah mencapai Rp1 miliar.
Febi lalu menyerahkan uang itu pada 21 Maret 2018 di Transmart Cilandak sambil berkata "titip ini buat ayah" sedangkan uang 20 ribu dolar AS dari Leonardo dipergunakan untuk keperluan pribadi Febi Festia.
Dipo pada malam harinya lalu menyerahkan "paper bag" berisi uang Rp1 miliar itu ke rumah Rizal.
Setelah menerima uang itu, Rizal pada April 2018 memanggil Direktur Jenderal Cipta Karya Sri Hartoyo, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Dodi Krispratmadi, dan Sesdirjen Cipta Karya Rina.
Rizal menyampaikan agar Leonardo diberi pekerjaan yang besar dan memberitahukan bahwa Leonardo akan menghubungi Sri Hartoyo.
Setelah adanya penerimaan uang dari Leonardo, Rizal pada Juni 2018 memerintahkan tim audit agar laporan hasil PDTT proyek di lingkungan Ditjen Cipta Karya PUPR, termasuk proyek di SPAM Strategis tahun 2014, 2015, dan 2016 segera diselesaikan.
Selanjutnya pada Januari 2019 Rizal menandatangani Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas PDTT Pengelolaan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air Limbah pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR serta Instansi Terkait Lainnya tahun 2014, 2015, dan 2016 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi dengan Nomor 03/LHP/XVII/01/2019 tanggal 8 Januari 2019 dengan hasil temuan seluruhnya sejumlah Rp4,2 miliar.
Atas perbuatannya, Rizal Djalil didakwa didakwa berdasarkan pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Atas dakwaan tersebut, Rizal Djalil tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.