"Tidak ada penelantaran tanah seperti yang dijadikan dasar penggunaan lahan tersebut. Dan hingga saat ini lahan tersebut masih tercatat HGU PTPN," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya Kuasa Hukum Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah FPI menyatakan surat somasi yang dilayangkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII salah alamat.
Baca juga: Polemik Lahan Ponpes Markaz Syariah FPI dengan PTPN, Ini Penjelasan Ahli Hukum Agraria
Salah satu tim kuasa hukum Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah FPI, Aziz Yanuar, mengatakan surat somasi untuk meninggalkan lahan ters but dinilai error in persona.
Sebab, PTPN seharusnya melayangkan surat kepada pihak penjual tanah tersebut.
"Bahwa somasi Saudara adalah error in persona karena seharusnya pihak PTPN VIII mengajukan complain baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada pihak pesantren atau HRS, karena pihak pesantren dengan diketahui semua aparat dari mulai kepala desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya," kata Aziz seperti dikutip dalam keterangan resmi tim kuasa hukum Ponpes Markaz Syariah, Minggu (27/12/2020).
Aziz kemudian menjelaskan ada 11 poin yang dipaparkan oleh pihak kuasa hukum kepada PTPN VIII terkait surat somasi tersebut.
Di antaranya PTPN tidak memiliki dasar hukum meminta pihak pesantren meninggalkan lahan tersebut.
Selain itu, dia juga memaparkan memiliki bukti jual-beli lahan yang diketahui mulai dari RT yang ditembuskan hingga ke Gubernur Jawa Barat.
Berikut 11 poin paparan Tim Advokasi Markaz Syariah mengenai surat somasi PTPN VIII:
Sehubungan dengan Surat Somasi yang Saudara sampaikan kepada kami, surat No. SB/I.1/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020, maka dengan ini kami hendak menyampaikan tanggapan/jawaban atas Somasi saudara, antara lain sebagai berikut:
1. Bahwa Somasi Saudara adalah error in persona karena seharusnya Pihak PT. PN VIII mengajukan Complain baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada Pihak Pesantren atau HRS, karena Pihak Pesantren dengan diketahui semua aparat dari mulai Kepala Desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya.
Pengakuan tersebut dibenarkan oleh pejabat yang terkait yang mengetahui dan memproses administrasi peralihan atas tanah tersebut. Secara hukum dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum acara perdata PT. PN VIII keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta Pihak HRS mengosongkan lahan tersebut, kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau HRS sebagai pembeli beritikad baik dibatalkan, dengan kata lain somasi tersebut prematur dan salah pihak;
2. Bahwa kami baru mengetahui keberadaan SHGU No : 299 tertanggal 04 Juli 2008 melalui surat saudara No : SB/I.1/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020;
3. Bahwa terhadap lahan yang saat ini ditempati, digarap dan telah dibangun di atasnya bangunan Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah oleh klien kami telah dibeli dari para petani yang menguasai dan mengelola lahan secara fisik serta dari para pemilik sebelumnya;