TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Sugito Atmo Prawiro menilai, pembubaran ormasnya dilakukan pemerintah sebagai upaya pengalihan isu atas peristiwa penembakan enam laskar FPI hingga tewas oleh polisi.
"Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Sejak kasus penembakan laskar FPI, upaya menghentikan langkah dan kiprah HRS (Rizieq Shihab) terus dilakukan," kata Sugito dalam keterangan tertulis, Rabu (30/12/2020).
Sugito menyebutkan, kasus tersebut akan segera diungkap oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Baca juga: BERITA FOTO: Aparat Gabungan TNI dan Polri Sambangi Markas FPI di Petamburan III
Ia meyakini polisi yang melakukan penembakan akan dinyatakan bersalah.
"Di tengah situasi inilah tindakan pengalihan isu (deception) dilakukan," kata Sugito.
Sugito menyebutkan, salah satu upaya pengalihan isu ini adalah dengan mengangkat lagi kasus chat mesum Pemimpin FPI Rizieq Shihab.
Kasus yang mulai diusut pada 2017 itu semula dihentikan polisi pada 2018.
Namun, belakangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencabut surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan polisi.
"Tiba-tiba saja tanpa ada angin, kasus sumir dan aneh tahun 2017 yang menimpa HRS kembali digelar," kata dia.
Sugito juga menyoroti langkah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang melayangkan somasi kepada Rizieq agar segera mengosongkan tanah di Megamendung, Bogor, Jawa Barat yang kini dimanfaatkan sebagai Pondok Pesantren (Ponpes) Agrokultural Markaz Syariah.
Dia juga menilai hal tersebut sebagai upaya pengalihan isu.
"Tidak cukup sampai di sini saja, pada 30 Desember 2020 ini pemerintah pun secara resmi menghentikan kegiatan dan membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI)," kata dia.
Pemerintah resmi mengumumkan pembubaran FPI, Rabu siang tadi.
Ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan menghentikan kegiatan FPI.