Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2020 terselip kekecewaan bagi calon jemaah haji.
Bertepatan dengan pandemi Covid-19, ibadah haji hanya dilaksanakan secara terbatas dan juga ketat.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia turut berdampak.
Setidaknya 221.000 calon jamaah dari tanah air batal berangkat tempat suci itu.
Indonesia ambil sikap tak kirim jemaah haji
Kementerian Agama secara resmi mengumumkan pembatalan ibadah haji 2020 pada Selasa (2/6/2020).
Keputusan tersebut didasari atas pandemi Covid-19 yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia dan Arab Saudi.
Baca juga: Bawa Rombongan Bamus Betawi, Haji Lulung Sowan ke Rizieq Shihab, Ini yang Mereka Bicarakan
Menteri Agama Fachrul Razi (yang menjabat saat itu) mengatakan, pemerintah juga tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan haji, khususnya dalam hal pelayanan dan perlindungan jemaah.
Haji dilaksanakan terbatas dan ketat
Arab Saudi menggelar ibadah haji terbatas dengan penerapan protokol kesehatan ketat.
Ibadah haji diikuti 70 persen ekspatriat dan 30 persennya warga Arab Saudi.
Tercatat ada 16 WNI yang terdaftar menjadi jamaah haji yakni Muhammad Wahyu, Endan Suwandana, Ahmad Sujai, Huda Faristiya, 'Abdul Muhaemin, Siri Marosi, Muhammad Toifurrahman, Ata Farida, Eni Wahyuni, Irma Tazkiya, M Zulkarnain.
Baca juga: Kementerian Agama Mulai Siapkan Mitigasi Penyelenggaran Haji 2021
Kemudian, Ali Muhsin Kemal, Akram Hadrami, Agus Sugiarto, Titin Agustin, dan Juwaeriyah Awaludin.
Mereka di Saudi tinggal dan bekerja di sejumlah kota, antara lain Riyadh, Madinah, Yanbu', Makkah, Jeddah, dan Al Khobar.
Pada (2/8/2020), Kementerian Kesehatan Arab Saudi melaporkan penyelenggaraan haji 2020 terbatas dinyatakan bebas covid-19.
Siapkan mitigasi penyelenggaraan haji 2020
Kementerian Agama mulai menyiapkan mitigasi penyelenggaraan ibadah haji 1442H/2021M meski pandemi Covid-19 belum berakhir serta Pemerintah Arab Saudi sampai kini belum memberikan informasi resmi terkait penyelenggaraan ibadah haji 1442H/2021.
"Kita harus siap dengan segala kemungkinan, termasuk kemungkinan jika haji diselenggarakan dalam situasi yang belum normal karena pandemi," jelas Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Oman Fathurahman dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Jumat (11/12/2020).
Dijelaskan Oman, peta masalah yang disiapkan Kemenag mencakup banyak aspek.
Baca juga: Pemerintah Jajaki Bangun Indonesian House di Mekkah untuk Penginapan Jamaah Haji
Antara lain terkait tiga skema penyelenggaraan ibadah haji, kuota normal, pembatasan kuota, dan pembatalan keberangkatan dan dampak yang ditimbulkannya.
Dampak tersebut terutama terkait layanan akomodasi, transportasi, konsumsi, dan juga kesehatan.
Termasuk juga kemungkinan dampak pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji atau Bipih.
Baca juga: Kemenag Susun Turunan UU Cipta Kerja : Permudah Pelaku Usaha Umrah dan Haji Khusus
"Ini semua kami bahas bersama dengan Komisi VIII untuk dimatangkan persiapan berikut mitigasinya," tutur Oman.
"Koordinasi dan komunikasi intensif dengan Komisi VIII akan terus dilakukan untuk menghasilkan skema dan mitigasi terbaik, sembari update kebijakan penyelenggaraan haji dari Arab Saudi," sambungnya.
Sementara itu Ketua Komisi VIII Yandri Susanto mengatakan, peta masalah dan mitigasi solusi yang disiapkan Kemenag menjadi penting dan krusial karena menyangkut pelayanan maksimal bagi calon jemaah haji.
"Saya apresiasi. FGD ini sangat produktif untuk mematangkan sejumlah persiapan yang disusun Ditjen PHU berikut mitigasinya," ujar Yandri.
Baca juga: Munas X MUI Hasilkan Empat Fatwa soal Haji saat Pandemi Covid-19, Ini Rinciannya
Dalam kesempatan itu, Yandri juga menjanjikan untuk segera menggelar rapat koordinasi bersama Menteri Agama, dengan melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, dan Gugus Tugas Covid-19 untuk membantu mensinergikan skema mitigasi penyelenggaraan haji 2021.