News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kata Pakar soal Langkah Pemerintah Hentikan Kegiatan FPI: Sudah Tepat, Memang Tak Perlu Dianggap Ada

Penulis: Inza Maliana
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan massa Front Pembela Islam (FPI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (23/1/2017). Aksi FPI tersebut dilakukan untuk mengawal jalannya pemeriksaan Habib Rizieq Shihab sebagai saksi terkait dugaan kasus penghinaan rectoverso di lembaran uang baru dari Bank Indonesia, yang disebutnya mirip logo palu arit. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. Pakar Hukum Tata Negara Agus Riewanto membenarkan langkah pemerintah memberhentikan kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto, turut merespons langkah pemerintah memberhentikan kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Menurutnya, keputusan untuk memberhentikan kegiatan FPI sudah tepat.

Bahkan, tanpa perlu diberhentikan oleh pemerintah, FPI memang sudah tidak boleh berkegiatan.

Hal itu lantaran mereka tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai organisasi masyarakat di Kementerian Dalam Negeri.

Baca juga: Sambangi Petamburan, Personel TNI-Polri Copot Spanduk di Sekitar Markas FPI

Baca juga: Atribut FPI di Petamburan Dicopot, Kapolres Jakpus: FPI Sudah Dibubarkan, Tidak Boleh Ada Aktivitas

"Jadi tanpa pernyataan pemberhentian dari pemerintah, FPI sudah harus berhenti karena tidak diakui, keberadaanya sudah tidak ada."

"Pemerintah itu hanya mendeklarasikan saja," kata Agus kepada Tribunnews, Rabu (30/12/2020).

Agus menjelaskan, FPI bukan termasuk lembaga berbadan hukum dan juga tidak berbadan hukum di Indonesia.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto. (Tribunnews/Istimewa)

Pasalnya, mereka tidak mendaftarkan keberadaan organisasinya kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia maupun Kementerian Dalam Negeri.

"Dia tidak termasuk ormas berbadan hukum karena tidak terdaftar di Kemenkumham."

"Sebagai ormas yang tidak berbadan hukum, dia juga tidak diakui karena tidak melakukan pendaftaran sesuai Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 57 Tahun 2017," ujar Agus.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan, dalam Pasal 61 UU Ormas, organisasi yang tidak berbadan hukum dan tidak memiliki SKT bisa diberi sanksi oleh pemerintah.

Baca juga: FPI Dilarang, Muhammadiyah: Penegakkan Hukum dan Peraturan Harus Adil

Baca juga: Didampingi Kapolri dan Panglima TNI, Mahfud MD Tunjukkan Bukti Video FPI Dukung ISIS

Sanksi tersebut diberikan jika organisasi itu melanggar peraturan, tahapannya dimulai dari peringatan tertulis hingga pemberhentian kegiatan.

"Disebut melanggar kalau mereka melakukan tindakan permusuhan berdasarkan ras, melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketertiban umum."

"Hingga melakukan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh aparat hukum seperti razia dan sweeping."

"Maka sudah betul mereka diberhentikan oleh pemerintah karena kelembagaan mereka sudah tidak diakui," ujar Agus.

Pemerintah berhentikan Kegiatan FPI

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengumumkan larangan kegiatan organisasi masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI).

Mahfud menuturkan, larangan tersebut menyusul ketentuan hukum ormas FPI yang telah bubar pada 21 Juni 2019.

Namun, ormas tersebut tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban umum.

Hal itu disampaikan Mahfud MD dalam konferensi pers terbaru di Jakarta, Rabu (30/12/2020).

Baca juga: Apa Itu Legal Standing? Yang Membuat FPI Dianggap Bubar oleh Pemerintah secara Hukum

Baca juga: Pemerintah Nilai Aktivitas FPI Selama Ini Mengganggu Ketertiban

"FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas."

"Tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ujar Mahfud MD.

"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," tambahnya, dikutip dari tayangan Kompas TV.

Adapun terdapat enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah menghentikan kegiatan FPI.

Mahfud MD didampingi sejumlah pejabat tinggi negara dalam konferensi pers penghentian seluruh kegiatan Front Pembela Islam (FPI), Rabu (30/12/2020). (Tangkap Layar Kompas TV)

Seperti menjaga eksistensi ideologi Pancasila, temuan anggota FPI yang terlibat dalam tindak pidana terorisme.

Isi Anggaran Dasar FPI yang bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai Organisasi Kemasyarakatan yang berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019 dan belum memenuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut.

Sehingga secara de jure terhitung mulai 21 Juni 2019, FPI dianggap bubar.

Termasuk juga terjadi pelanggaran karena anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan razia (sweeping) di tengah-tengah masyarakat.

Baca juga: Tim Hukum Tiba di Petamburan, Bicara soal Gugatan ke PTUN Terkait Pelarangan FPI

Baca juga: Respons Fadli Zon-Fahri Hamzah Saat Pemerintah Larang dan Hentikan Kegiatan FPI

Padahal, sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.

Terakhir, karena kegiatan organisasi kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan beberapa Pasal dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Keenam hal tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.

SKB ini diteken oleh enam pejabat negara di antaranya Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika.

Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara, hingga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini