TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat sepanjang tahun 2020 sebanyak 504 tenaga medis di Indonesia meninggal akibat terpapar virus corona (Covid-19).
Dari jumlah tersebut, 237 orang di antaranya adalah dokter.
Ketua Tim Mitigasi IDI, dr Adib Khumaidi mengungkapkan, kematian tenaga medis di Indonesia ini tercatat yang paling tinggi di Asia dan masuk 5 besar di dunia.
"Kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia, dan 5 besar di seluruh dunia," kata Adib dalam keterangannya, Sabtu (2/1/2020).
Bahkan sepanjang bulan Desember 2020, kata Adib, tercatat 52 tenaga medis dokter meninggal akibat Covid-19. Angka ini naik hingga 5 kali lipat dari awal pandemi.
Adib membeberkan bahwa 237 dokter yang meninggal akibat Covid-19 itu terdiri atas 131 dokter umum, dan 101 dokter spesialis, serta 5 residen.
Baca juga: Saat Ini, Indonesia Berada di Puncak Risiko Penularan Covid-19 dan Kematian Nakes Tertinggi se-Asia
Mereka berasal dari 25 IDI Wilayah atau Provinsi dan 102 IDI Cabang atau Kabupaten/Kota.
Adapun provinsi yang menyumbang kematian dokter terbanyak adalah Jawa Timur dengan 46 kasus kematian dokter, DKI Jakarta 37 kasus kematian, dan Jawa Tengah 31 kematian dokter dalam 10 bulan pandemi Covid-19 di tanah air.
Selain 237 dokter, 15 dokter gigi juga meninggal sepanjang 2020 akibat terpapar Covid-19, ditambah 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, dan 10 tenaga lab medik.
Data tersebut hasil elaborasi IDI dengan rekan sejawat yakni Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Data itu merupakan kumulatif data kematian akibat Covid-19 dari Maret hingga akhir Desember 2020.
Adib menyebut kenaikan jumlah kematian tenaga kesehatan ini merupakan imbas aktivitas beberapa bulan terakhir seperti Pilkada Serentak 2020 hingga rangkaian libur panjang akhir tahun.
"Salah satu dampak dari akumulasi peningkatan aktivitas dan mobilitas yang terjadi belakangan ini. Seperti berlibur, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), dan aktivitas berkumpul bersama teman dan keluarga yang tidak serumah," jelas Adib.
Oleh sebab itu, Adib kembali mengingatkan kepada masyarakat bahwa langkah yang dapat menekan transmisi penularan virus corona adalah dari masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa disediakannya vaksin corona di Indonesia oleh pemerintah bukan berarti bisa menjadi obat Covid-19.
"Vaksin dan vaksinasi adalah upaya yang bersifat preventif dan bukan kuratif. Meski sudah ada vaksin dan sudah melakukan vaksinasi, kami mengimbau masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Karena risiko penularan saat ini berada pada titik tertinggi, di mana rasio positif Covid pada angka 29,4 persen," tutur dia.
Baca juga: Viral Surat PCR Covid-19 Palsu, Dokter Tirta Laporkan Penjual, Pelaku Terancam 4 Tahun Penjara
Ia juga meminta masyarakat agar lebih patuh terhadap protokol kesehatan, meliputi memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Adib menuturkan, bila masyarakat memakai masker, maka perlindungan terhadap virus mencapai 85 persen, bila menjaga jarak mencapai 90 persen, dan apabila mencuci tangan keamanan dari virus mencapai 80 persen.
Selain itu ia juga meminta pemerintah terus meningkatkan testing, tracing, dan treatment (3T).
Adib juga meminta pemerintah dan pengelola fasilitas kesehatan agar memperhatikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi nakes.
Serta, memberikan tes corona rutin untuk memastikan status kondisi kesehatan mereka.
"Perlindungan bagi tenaga medis dan kesehatan ini adalah mutlak diperlukan, karena dalam situasi masyarakat yang abai protokol kesehatan dan seharusnya berada di garda terdepan dalam penanganan pandemi ini. Namun, kami kini bukan hanya menjadi garda terdepan, namun juga benteng terakhir," ujarnya.(tribun network/rin/dod)