TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TNI AL masih meneliti kemunculan underwater seaglider atau sebelumnya disebut drone laut yang ditemukan oleh nelayan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan.
Hipotesis awal TNI AL, alat ini telah lepas kendali dan terbawa arus ke perairan tersebut.
"Bisa juga dari kendalinya putus, dia tidak bisa kembali lagi ke point GPS-nya tadi. Ini kan muson barat. Bisa juga tadi dari laut Jawa hanyut ke Selayar. Mengikuti arus tadi, Selayar kan ada arus yang kuat," kata KSAL Laksamana TNI Yudo Margono kepada wartawan, Senin (4/1/2020).
Menurut Yudo, alat ini bisa saja digerakkan oleh GPS yang telah ditentukan titik per titiknya.
Bisa saja titik GPS berada di luar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Karena rusak, ia hanyut dan masuk ke perairan Indonesia.
"Jadi alat ini ada GPS-nya, dia bisa dikendalikan, mungkin hanyutnya karena putus tadi. Tapi dia tidak bisa lihat posisi kapal kita, alat ini tidak bisa ketemu kapal kita, dia dikendalikan GPS dan dia akan mencari saja, dia lebih banyak pool data terkait kedalaman laut," kata Yudo.
Permasalahan muncul apabila ternyata alat ini diluncurkan oleh kapal riset asing dari perairan Internasional, namun ditujukan masuk ke Indonesia.
Meski tidak memiliki fungsi utama sebagai alat pertahanan, alat ini sangat berguna untuk melihat data batimetri, arus laut, salinitas air, hingga letak ikan yang berguna bagi industri.
Namun TNI AL belum bisa menjawab dugaan tersebut. Pasalnya, alat ini belum dibongkar oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL (Pushidrosal).
Yudo juga mengaku belum bisa memastikan asal mula Seaglider itu.
Apalagi, kata Yudo, dalam tubuh alat tersebut juga tidak terdeteksi tulisan apapun yang bisa menentukan negara asal peralatan bawah laut itu.
Baca juga: Mengenal Seaglider, Benda Mirip Rudal yang Ditemukan di Selayar dan Dikira Drone Laut
"Jadi tidak ada tulisan apapun di sini. Kita tidak rekayasa bahwa yang kita temukan seperti itu, masih persis seperti yang ditemukan nelayan tersebut kita bawa ke sini," katanya.
Yudo memberi tenggat waktu satu bulan kepada Pushidrosal untuk meneliti seaglider atau diduga drone laut yang ditemukan seorang nelayan di wilayah perairan Selayar, Sulawesi Selatan pada 26 Desember 2020.
"Saya beri waktu satu bulan Pak Kapushidros untuk bisa menentukan atau membuka hasilnya biar ada kepastian," kata Yudo.
Menurutnya, Pushidrosal bisa bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi hingga Kementerian Pertahanan untuk mengetahui asal Seaglider dan kegunaan alat yang bisa memantau keadaan bawah laut itu.
Di sisi lain, lanjut dia, belum ada negara yang mengklaim atas kepemilikan Seaglider tersebut setelah hampir satu bulan penemuan.
Pihaknya akan segera melaporkan temuan tersebut ke Kementerian Luar Negeri agar dapat dikomunikasikan ke negara-negara yang memang diketahui mengoperasikan dan menggunakan alat tersebut.
"Sampai saat ini juga tidak ada negara yang mengklaim ini punya siapa. Sehingga nanti akan kita laporkan melalui Kementerian Luar Negeri untuk penemuan ini," tuturnya.
Yudo juga belum berkomunikasi dengan negara-negara pengoperasi alat tersebut.
Baca juga: Fakta Terbaru Seaglider yang Viral karena Disebut Drone Mata-mata, Kata Pakar dan Menhan Prabowo
Namun mestinya, kata Yudo, dengan banyaknya publikasi dari media sudah ada negara yang merasa memiliki alat yang ditemukan mengapung di wilayah teritori Indonesia.
"Saya yakin negara lain sudah tahu itu punya siapa dan sebagainya, pasti sudah sampai ke negara yang memiliki peralatan seperti ini," kata dia.
"Tentunya nanti kita tunggu, apakah ada melalui Kemlu yang mengklaim ini," sambungnya.
Diduga Perangkat Mata-mata
Jika merujuk pada pernyataan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono yang menyampaikan bahwa benda yang ditemukan oleh nelayan di Selayar bukanlah drone melainkan seaglider, kuat dugaan bahwa benda itu merupakan perangkat mata-mata, dan bukan benda milik swasta.
"Apalagi KSAL menyebut seaglider itu dilengkapi sejumlah sensor yang dapat merekam kedalaman laut, arah arus, suhu, kadar oksigen, kesuburan laut, hingga suara ikan," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
Dalam dunia intelijen, berbagai instrumen bisa digunakan, bahkan para agen intelijen bekerja secara senyap dan apapun atribut terutama yang terkait dengan negara sengaja dihilangkan.
Tujuannya satu, agar bila terkuak tidak mudah negara yang dimata-matai dengan mudah menuding.
Bahkan bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata, maka segara si agen tersebut tidak akan mengakui tindakan agen tersebut.
Oleh karenanya, perlu kesabaran dan kecerdesan untuk mengungkap siapa pemilik seaglider ini.
Untuk mengetahuinya, bila kemampuan di dalam negeri tidak memadai, Indonesia bisa menghubungi berbagai pakar dunia yang mendalami hal ini melalui perwakilan Indonesia di seluruh dunia.
Baca juga: Benda Mirip Rudal yang Ditemukan Warga di Pulau Bonerate Selayar Dievakuasi
Dalam konteks saat ini, ada baiknya sambil menunggu kepastian Kementerian Luar Negeri membuat pernyataan keras yang ditujukan kepada siapapun negara, bila saatnya nanti terkuak memata-matai Indonesia.
Bahwa Indonesia tidak akan segan-segan melakukan tindakan yang keras dan tegas.
Indonesia di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah melakukan tindakan tegas saat diduga ada penyadapan oleh intelijen Australia.
Saat itu Dubes Indonesia untuk Australia dipanggil pulang untuk beberapa waktu dan sejumlah kerja sama Indonesia dan Australia dibekukan. (tribun network/git/mal/dod)