TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, kegiatan blusukan Menteri Sosial Tri Rismaharini menunjukkan sikap seorang pemimpin yang menyatu dengan rakyat.
Menurut dia, tradisi menyapa masyarakat secara langsung mesti jadi bagian dari kultur kepemimpinan nasional.
"Tradisi blusukan ini juga dilakukan oleh Presiden Jokowi sebelumnya ketika beliau menjadi gubenur, sehingga ini harus menjadi bagian kultur kepemimpinan nasional kita, seorang pemimpin yang menyatu dengan rakyat," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Selasa (5/1/2020).
Hasto mengatakan, kegiatan blusukan sudah menjadi karakter kepemimpinan Risma sejak menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
Baca juga: Polemik Blusukan Risma di Jakarta, Reaksi Pejabat DKI hingga Anggota DPRD Anggap Lebay
Ia berpendapat, apa yang dilakukan Risma merupakan cara membangun harapan bahwa masyarakat miskin tidak merasa ditinggalkan oleh negara.
Ia pun menilai, kepemimpinan Risma terbukti mampu membawa kemajuan keberpihakan bagi rakyat kecil di Kota Surabaya.
"Bu Risma juga kan belum lama dilantik, jadi karakter kepemimpinan Bu Risma setiap kunjungan ke daerah itu turun dan menyapa rakyat khususnya mereka yang miskin yang terpinggirkan yang diperlakukan tidak adil," ujar dia.
Hasto menambahkan, kegiatan blusukan Risma sebagai Mensos tak hanya dilakukan di Jakarta.
Ia mencontohkan, Risma sempat berkunjung ke Ponorogo, Jawa Timur, untuk bertemu dengan para penyandang disabilitas pada akhir tahun 2020.
"Apa yang dilakukan Bu Risma merupakan pelaksanaan semangat konstitusi, di mana fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, bagaimana negara hadir, bagaimana keadilan sosial ini dikedepankan," tegas Hasto.
Dikritik Pejabat DKI
Kegiatan blusukan Risma setelah menjabat sebagai Mensos memang mendapatkan kritik dari sejumlah pihak, misalnya, Pelaksana Harian Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi.
Ia mengomentari aksi blusukan Risma di Sudirman-Thamrin yang menemukan adanya gelandangan di wilayah tersebut.
Irwandi menegaskan, masalah gelandangan atau tunawisma bukan hanya ada di Jakarta, tetapi juga di seluruh kota besar di Indonesia.