TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghentikan sementara seluruh transaksi dan aktivitas rekening Front Pembela Islam (FPI) dan pihak-pihak terkait.
Dalam keterangannya, PPATK menyatakan tersebut hal itu dilakukan dalam untuk mencegah tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain.
PPATK menyatakan pembekuan transaksi rekening FPI dan yang terkait sesuai dengan kewenangan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK, M Natsir Kongah, mengatakan, penghentian sementara seluruh aktivitas rekening FPI adalah tindak lanjut dari penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.
"PPATK tengah melakukan penelusuran terhadap rekening dan transaksi keuangan. Untuk efektivitas proses analisis dan pemeriksaan, PPATK juga telah melakukan penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi keuangan dari FPI, termasuk penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi individu yang terafiliasi dengan FPI," kata Kongah dalam keterangannya, Rabu (6/1/2021).
Sementara Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyatakan, pembekuan transaksi dan aktivitas rekening FPI berikut afiliasinya dilakukan dalam upaya pelaksanaan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain
Baca juga: Kenapa Rekening FPI Diblokir? PPATK Beberkan Penjelasannya hingga Respons Aziz Yanuar
Ediana menyebut kewenangan PPATK tersebut diatur dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i UU TPPU yang berbunyi:
(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK dapat:
i. meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana.
"Dalam melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan, PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligent Unit) memiliki beberapa kewenangan utama, salah satunya adalah kewenangan untuk meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i UU TPPU," jelas Ediana.
"Tindakan yang dilakukan oleh PPATK dimaksud merupakan tindakan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk mencegah adanya upaya pemindahan atau penggunaan dana dari rekening yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana," lanjutnya.
Ediana menjelaskan, secara teknis PPATK meminta pembekuan rekening atau transaksi keuangan terkait FPI kepada penyedia jasa keuangan seperti bank.
Selanjutnya penyedia jasa keuangan membekukan rekening terkait FPI dan menerbitkan Berita Acara Penghentian Transaksi yang kemudian diserahkan kepada PPATK paling lambat sehari setelahnya.
Ediana menyatakan kini PPATK tengah menelusuri rekening-rekening terkait FPI yang telah dibekukan tersebut.
"Saat ini, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang tersebut, PPATK tengah melakukan penelusuran terhadap rekening dan transaksi keuangan," ucapnya.
Hasil penelusuran akan diserahkan kepada penegak hukum.
"Upaya penghentian sementara transaksi keuangan yang dilakukan oleh PPATK akan ditindaklanjuti dengan penyampaian hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik untuk dapat ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum yang berwenang," kata Ediana.
Baca juga: PPATK Blokir Rekening FPI dan Afiliasinya, FPI Sebut Saldo Rp 1 Miliar untuk Kegiatan Kemanusiaan
Rp 70 Juta
Terkait pembekuan rekening FPI itu, Sekretaris Bantuan Hukum FPI, Azis Yanuar, mengatakan, jumlah uang di rekening yang dibekukan hampir Rp 70 juta.
Pihaknya tak ambil pusing dengan pembekuan tersebut "Tidak sampai Rp 70 juta," kata Azis, Rabu (6/1/2021).
Menurut Azis, uang tersebut tak terlalu besar. Namun ia merasa pembekuan rekening tersebut sebagai bentuk perampokan terhadap hak warga negara.
"Tidak terlalu besar. Tapi mungkin bagi garong-garong itu sangat bernilai untuk makan mereka dan keluarganya, biarkan sajalah," ujar Azis.
Terkait istilah 'garong-garong' ini Azis tak menjelaskan siapa yang dimaksud.
Aziz pun enggan berkomentar lebih lanjut mengenai pembekuan rekening FPI dengan ormas tersebut alasan sudah dibubarkan.
"Kan sudah bubar, jadi nggak ada lagi Front Pembela Islam," jelasnya.
Adapun Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebut uang di dalam rekening-rekening yang dibekukan lebih dari itu.
Kendati demikian, ia tak merinci angka pastinya.
"Jumlahnya lebih besar dari itu (Rp 70 juta), tapi kita tidak bisa info jumlah pastinya," kata Ediana.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebut pemblokiran rekening bank milik FPI tidak boleh dilakukan pemerintah maupun PPATK, karena organisasi tersebut belum dibuktikan secara hukum berbahaya atau tidak.
"Pemerintah tidak berhak menyita atau memblokir rekening FPI, mengingat pada asasnya bubarnya FPI secara de jure lebih pada aspek administratif dengan tidak terpenuhi syarat perpanjangan SKT dalam Undang-Undang Ormas," kata Mardani, Rabu (6/1/2021).
Baca juga: Blokir Rekening FPI, Ini Pernyataan PPATK
"Selain itu, secara organisasi belum ada putusan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan FPI secara organisasi melakukan kejahatan," sambung Mardani.
Menurutnya, jika alasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening FPI karena telah bubarnya organisasi tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat negara, harusnya disesuaikan dengan aturan yang berlaku dan tidak sepihak.
"Kalau alasan pemblokirannya karena bubarnya FPI secara de jure, seharusnya proses blokir dan penarikan aset FPI di perbankan dikembalikan kepada mekanisme internal ex-FPI dalam AD/ART-nya, serta oleh aturan yang dikeluarkan otoritas perbankan," paparnya.
Di sisi lain Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan blokir rekening bisa dilakukan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menyebut suatu rekening bisa diblokir dengan mengacu Pasal 12 Ayat 1 PBI Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.
"Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari pimpinan Bank Indonesia," tulis aturan tersebut.
Anto menjelaskan beleid itu terkait dengan persoalan pidana pihak bank atas permintaan polisi, jaksa, atau hakim untuk memblokir rekening seorang tersangka. Pemblokiran bisa dilakukan tanpa izin BI.
"Pengaturan tersebut tampak bahwa terkait dengan perkara pidana pihak bank atas permintaan polisi, jaksa atau hakim dapat memblokir rekening seorang tersangka atau terdakwa tanpa perlu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia," kata Anto.
Namun, Anto tak menjelaskan lebih lanjut apakah pemblokiran salah satu rekening FPI terkait dengan penetapan tersangka pentolan FPI, Rizieq Shihab.
Menurutnya, hal itu menjadi urusan kepolisian.
"Kalau itu harus ditanyakan ke polisi," jelas Anto.(tribun network/ham/dit/sen/dod)