News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Captain Vincent Raditya Sebut Umur Pesawat Tak Bisa Serta Merta Jadi Penyebab Pesawat Jatuh

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pilot yang juga youtuber Vincent Raditya ditemui usai menjadi nara sumber salah satu acara TV swasta di kawasan Tendean Jakarta, Selasa (7/7/2020). Vincent yang sering berkolaborasi dengan artis ini memberikan tanggapan tentang dunia penerbangan dimasa pandemi Covid-19. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang youtuber dan pilot, Captain Vincent Raditya, memberikan opini mengenai jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ812.

Satu yang menjadi sorotan dari peristiwa tersebut adalah mengenai umur pesawatnya yang sudah berusia 26,7 tahun.

Tak sedikit yang menduga, salah satu faktor pesawat itu jatuh adalah umurnya yang sudah tua.

Namun, Captain Vincent menegaskan, umur pesawat tak bisa serta-merta disebut jadi penyebab pesawat itu jatuh atau mengalami kecelakaan.

"Jadi kita tidak bisa memasalahkan berdasarkan dari umur pesawat.

Karena untuk terjadinya kecelakaan, bukan umur pesawat yang dilihat, tapi dilihat dari banyak sekali faktor," ujarnya dalam video yang diunggah di channel YouTube-nya, dikutip TribunJabar.id, Minggu (10/1/2021).

"Yang jelas, (untuk penyebab terjadinya kecelakaan tersebut), saya tidak akan mendahului KNKT," lanjutnya.

Baca juga: Pilot Sriwijaya Air SJ 182 Ternyata Kakak Kelas Saat SMA, Arie Untung Punya Cerita Tentangnya

Lebih lanjut, Captain Vincent menjelaskan, semakin baru umur pesawat, memang semakin efisien.

Tapi, bukan berarti pesawat baru juga tidak akan jatuh.

"Yes, most likely pesawat baru (kecenderungannya) well-maintained (dirawat secara baik). Tapi tidak bisa menjadi satu indikator di mana pesawat ini, "wah pesawat baru nih pasti enggak kenapa-kenapa, atau pesawat bekas pasti ada apa-apa, panas," enggak, enggak juga," katanya.

Captain Vincent mengaku pernah melihat pesawat yang cukup tua, tapi dirawat secara baik (well-maintained).

Selain itu, ia juga pernah melihat pesawat yang baru tapi justru memiliki banyak kerusakan minor.

"Bahkan saya juga melihat pesawat baru yang ada banyak kerusakan ketika kita harus terbang, ada. Saya pernah melihat walaupun bukan sesuatu yang major (kerusakannya), biasanya yang minor. Kalau (kerusakan) major pasti dia grounded dan tidak boleh terbang," ujarnya.

Jadi, kata Captain Vincent, jika ada pertanyaan yang ditujukan kepadanya, apakah dia akan menerbangkan pesawat tua? Jawabannya adalah iya.

Tapi, lanjutnya, dia akan menerbangkan pesawat tua selama pesawat itu dirawat secara baik.

"Saya pernah kok terbang dengan pesawat Airbus yang tahun 1992, saya pernah terbang kok dengan pesawat tua. Yang jelas adalah bagaimana dia di-maintain. Banyak juga pesawat tua yang di-well-maintained, sehingga ketika kita datang ke pesawat itu semuanya working properly," ujarnya.

Captain Vincent mengatakan, pesawat umurnya boleh saja tua, namun seandainya dia dirawat secara baik, saat ada kerusakan pasti akan diperbaiki.

Menurutnya, perawatan pesawat itu bukan hal main-main.

"Pesawat boleh tua, airframe boleh tua, tapi kan (misalnya) namanya avionik begitu rusak dia ganti, namanya mesin begitu ada masalah pasti dia repair. Dan ini bukan main-main ketika pesawat ini harus di-maintain, mereka punya manualnya sendiri. Jadi simpelnya pesawat ini ada rekomendasi kapan dia harus dicek," ujarnya.

Menurut Captain Vincent, pesawat sudah dikatakan tua ketika memasuki 50 ribu jam ke atas.

Baca juga: Pramugari NAM Air asal Kabupaten Bandung Barat Masuk Daftar Korban Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air

Namun, katanya, tidak ada limitasi di mana pesawat itu harus berhenti dioperasikan.

"Sampai pesawat-pesawat 1930-1940, kalau memang dia di-maintain dengan baik, masih bisa digunakan," ujarnya.

Hanya saja, lanjut Captain Vincent, yang jadi masalah memang adalah biaya dari memperbaiki pesawat itu sendiri.

Semakin banyak jam terbang dari pesawat tersebut, akan lebih banyak pengecekan yang harus dilakukan.

Semakin banyak pengecekan, tentu saja membutuhkan semakin banyak biaya.

"Cuman yang jadi masalah adalah cost untuk memperbaiki pesawat itu. Semakin lama pesawat itu in-service, semakin banyak jam terbangnya, lebih banyak pengecekan yang harus dilakukan. Bukan saja dari air frame-nya, mesinnya juga sama."

"Jadi, airline itu semakin berpikir, ketika mereka harus replace replace (ganti) sendiri, tiba di satu titik mereka harus keluarkan uang terlalu besar, jadi enggak worth it lagi untuk dipertahankan pesawat ini," ujar Captain Vincent.

Petugas menyemprotkan cairan disinfektan ke bagian pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta - Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (10/1/2021). Temuan bagian pesawat selanjutnya akan diperiksa oleh KNKT sedangkan potongan tubuh korban diserahkan kepada DVI Polri untuk identifikasi lebih lanjut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Jadi, lanjutnya, ketika sebuah pesawat tidak pantas lagi dipertahankan karena biaya perawatannya semakin tinggi, pilihannya adalah menggantinya dengan pesawat baru.

Pada umumnya, kata Captain Vincent, pesawat itu dinyatakan berhenti dioperasikan ketika biaya perawatannya melebihi dana yang dimiliki maskapai untuk perbaikan pesawatnya.

"Karena airline ini kan membawa penumpang. (Jadi) dihitung lagi dari total operating cost itu apakah masuk nih yang kita jual dengan penumpang itu sendiri dengan cargo itu sendiri, apakah bisa tutup dengan maintenance cost -nya itu," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini