Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus mempertanyakan keputusan yang diambil Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan memberhentikan Ketua KPU RI Arief Budiman dari jabatannya.
Guspardi menyoroti dua alasan yang dikemukakan DKPP. Alasan pertama karena Arief mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik untuk ke PTUN.
"Nah pertanyaan saya, apakah Arief Budiman mendampingi ibu Evi di PTUN itu merupakan pelanggaran etik? Kalau memang itu adalah pelanggaran etik, lantas aturan apa yang mengatur tentang itu? Apakah memang ada secara eksplisit pelanggaran yang dilakukan sampai menyebabkan DKPP memberhentikan Arief Budiman?" ujar Guspardi, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (14/1/2021).
Jika memang ada aturan yang dilanggar oleh Arief Budiman, Guspardi mengatakan tentu akan menghormati keputusan yang diambil DKPP.
Namun jika tidak ada aturan yang dilanggar, hal ini akan menimbulkan persoalan.
"Jadi harusnya DKPP harus menjelaskan secara terang benderang, penyebab daripada Arief Budiman diberhentikan dari ketua KPU itu apa dasarnya, pelanggaran, pasal apa yang apa? Supaya tidak menimbulkan perdebatan dan juga tidak menimbulkan persoalan like and dislike," ungkapnya.
Sementara alasan kedua mengapa Arief Budiman diberhentikan adalah karena mengaktifkan kembali Evi sebagai anggota KPU setelah gugatan yang bersangkutan dimenangkan oleh PTUN.
Untuk alasan kedua, Guspardi menyoroti bahwa pengaktifan Evi sebagai anggota KPU memang langkah yang harus diambil Arief Budiman karena PTUN memenangkan gugatan Evi.
Baca juga: Anggota Komisi II DPR Duga Pemberhentian Ketua KPU Arief Budiman Hanya Untuk Puaskan Hasrat DKPP
Selain itu, Presiden Joko Widodo sendiri memulihkan status Evi setelah adanya putusan dari PTUN. Sehingga Guspardi berpandangan pemulihan Evi bukanlah kemauan dari Arief Budiman.
"Oleh karenanya, dalam hal apa DKPP menyorot dan mempermasalahkan pelanggaran yang dilakukan oleh Arif Budiman terhadap persoalan pengaktifan itu?" tanya Guspardi.
"Itu harus dijelaskan secara terang benderang sehingga tidak menimbulkan polemik ataupun debat terhadap putusan yang diambil," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP) memutuskan untuk memberhentikan Arief Budiman dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas kasus pemberhentian Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik.
Putusan itu dibacakan dalam sidang DKPP yang digelar pada Rabu (13/1/2021) dan disiarkan secara daring.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir, dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Muhammad.
Dalam putusan itu, DKPP juga mengabulkan pengaduan dari pengadu sebagian.
Kemudian, memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan.
DKPP pun memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.
Sebelumnya, Arief diduga melanggar etik karena menemani Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) yang kala itu diberhentikan oleh DKPP.
Sekretaris DKPP Bernard Darmawan mengatakan, pengadu, yang merupakan seorang warga bernama Jupri, menggugat dengan dalil aduan mendampingi atau menemani Evi Novida yang kala itu telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Selain itu, pengadu mendalilkan Arief telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan Surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.