TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengaku telah menyerahkan laporan soal dugaan tewasnya 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Laporan setebal lebih dari 1.006 halaman itu ia serahkan pada Kamis (14/1/2021) hari ini sekira pukul 10.00 WIB.
Dalam laporannya itu, ia juga mengaku telah menyerahkan sejumlah dokumen tambahan seperti barang bukti.
Pihaknya pun menjawab asumsi yang menyebut insiden itu termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Komnas HAM Serahkan Laporan Penyelidikan Tewasnya Laskar FPI kepada Jokowi
Setelah melakukan penyelidikan selama lebih dari satu bulan, Komnas HAM pun menyimpulkan tidak ada indikasi pelanggaran HAM berat atas insiden tewasnya 6 laskar FPI itu.
"Banyak asumsi dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat, tapi kami tidak menemukan indikasi ke arah itu."
"Disebut pelanggaran HAM berat tentu ada indikator misalnya ada desain operasi atau perintah yang terstruktur, tapi itu tidak ditemukan," ujar Ahmad, dikutip dari tayangan Kompas TV.
Namun, pihaknya tetap menyimpulkan insiden ini termasuk dalam pelanggaran HAM karena membuat hilangnya nyawa.
"Kami berkesimpulan ini merupakan pelanggaran HAM karena ada nyawa yang dihilangkan," katanya.
Komnas HAM menyebut insiden ini sebagai tindakan 'unlawful killing' dari kepolisian.
Sebab, ada waktu dimana FPI disebut sengaja menunggu kedatangan aparat kepolisian.
Baca juga: Komisi III DPR Minta Pemerintah Tindaklanjuti Temuan Komnas HAM soal Kematian 4 Laskar FPI
Sementara, rombongan pimpinan FPI Rizieq Shihab sudah jauh mendahului.
"Kesimpulan umum kami, ada satu proses dimana laskar FPI memang melakukan satu langkah yang kami sebut sebagai menunggu aparat kepolisian."
"Dalam proses itu sesungguhnya rombongan kendaraan Rizieq Shihab dan keluarga sudah jauh di depan."
"Tetapi di belakang ada kendaraan dari laskar FPI yang bersempretan kemudian setelah itu timbul aksi tembak menembak," kata Ahmad.
Kuasa Hukum FPI Tak Puas dengan Temuan Komnas HAM
Sebelumnya diberitakan, Kuasa hukum enam anggota laskar FPI tidak puas dengan temuan Komnas HAM.
Meski Komnas HAM telah menyatakan penembakan terhadap empat anggota laskar FPI sebagai pelanggaran HAM, namun pihak kuasa hukum mempertanyakan mengenai penembakan terhadap dua anggota laskar lainnya.
Komnas HAM menyebut empat laskar FPI tewas dalam penguasaan aparat, sementara dua lainnya tewas dalam peristiwa tembak menembak dengan polisi.
"Menyesalkan konstruksi peristiwa yang dibangun Komnas HAM RI, terkait peristiwa tembak-menembak."
Baca juga: Komnas HAM Rekomendasikan Ranah Pidana, Keluarga Laskar FPI Ingin Dibawa ke Pengadilan HAM
"Yang sumber informasinya hanya berasal dari satu pihak, yaitu pelaku," kata kuasa hukum 6 anggota laskar FPI M Hariadi Nasution dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/1/2021).
Hariadi menilai Komnas HAM RI terkesan melakukan jual beli nyawa.
Pada satu sisi Komnas HAM memberikan legitimasi atas penghilangan nyawa terhadap 2 korban lewat konstruksi narasi tembak menembak.
"Yang sesungguhnya masih patut dipertanyakan karena selain hanya dari satu sumber."
"Juga banyak kejanggalan dalam konstruktsi peristiwa tembak menembak tersebut," kata Hariadi, dikutip dari Kompas.com.
"Pada sisi lain, Komnas HAM bertransaksi nyawa dengan menyatakan 4 laskar FPI sebagai korban pelanggaran HAM," tambahnya.
Hariadi juga menyesalkan Komnas HAM hanya merekomendasikan kasus ini diselesaikan di pengadilan pidana.
Ia ingin kasus ini diselesaikan lewat pengadilan HAM.
Adapun seperti diketahui, temuan Komnas HAM ini diumumkan pada Jumat (8/1/2021) kemarin.
Baca juga: Kuasa Hukum Korban Laskar FPI Soroti Istilah Kontak Tembak dalam Temuan Komnas HAM
Dalam temuan investigasinya, Komnas HAM membagi dua konteks peristiwa yang terjadi pada 7 Desember 2020 dini hari itu.
Konteks pertama, dua laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Km 49 Tol Japek.
Sedangkan, tewasnya empat laskar FPI lainnya disebut masuk pelanggaran HAM.
Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat , yakni saat sudah diamankan di mobil polisi.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ihsanuddin)