TRIBUNNEWS.COM - Keinginan calon Kapolri, Komjen Listyo Sigit Prabowo untuk mengaktifkan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) menuai polemik.
Adapun, keinginan tersebut disampaikan Listyo Sigit saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Rabu (20/1/2021).
"Ke depan, tentunya Pam Swakarsa harus lebih diperanaktifkan dalam mewujudkan harkamtibmas."
"Jadi kita hidupkan kembali," kata Listyo, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Jumat (22/1/2021).
Ia menyebut, Pam Swakarsa akan diintegrasikan dengan perkembangan teknologi informasi dan berbagai fasilitas yang ada di Polri.
Hal itu bertujuan agar kolaborasi dan sinergi dengan Polri bisa semakin baik.
Kendati demikian, sejumlah lembaga menentang adanya wacana tersebut.
Misalnya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Mereka menyebut, rencana dari Listyo Sigit itu bisa memicu konflik horizontal hingga dikhawatirkan bisa mempersenjatai sipil.
Kontras Khawatir Memicu Konflik Horizontal
Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti mengaku khawatir, rencana pengaktifan Pam Swakarsa ini dapat menciptakan konflik horizontal di tengah masyarakat.
Sebab, Fatia menyebut pengaktifan Pam Swakarsa akan memberikan ruang bagi kelompok tertentu melakukan kekerasan atas nama menjaga ketertiban umum.
Baca juga: KSP Beri Penjelasan soal Pam Swakarsa yang Disebutkan Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit
Hal itu, kata Fatia, semakin diperparah dengan tidak adanya sistem pengawasan dan evaluasi Pam Swakarsa itu sendiri.
"Yang ditakutkan ke depan, Pam Swakarsa membuat rasa takut yang lebih luas lagi kepada masyarakat, menimbulkan konflik horizontal," Fatia kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).
Selain itu, kata dia, rencana ini juga menandakan negara belum bisa lepas dari bayang-bayang otoritarianisme.
Pasalnya, 'iklim kekerasan' yang masif sempat terjadi di era Orde Baru.
"Budaya kekerasan dan penanganan terhadap ketertiban masyarakat selalu didekatkan dengan semangat menghukum," tegas dia.
Baca juga: Kompolnas Dorong Komjen Listyo Modernisasi Sarana dan Prasarana, Masif Pasang CCTV ke Pelosok
Rencana ini juga menjadi pertanda negara tidak mempunyai semangat untuk memajukan nilai-nilai demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diamanatkan reformasi.
"Ini hanyalah sebuah terobosan yang justru mengembalikkan Indonesia ke semangat otoritarianisme dan mengkhianati nilai reformasi," jelas Fatia.
YLBHI Khawatir akan Mempersenjatai Sipil
Ketua YLBHI Asfinawati menilai, wacana soal Pam Swakarsa dikhawatirkan bisa "mempersenjatai sipil".
Terlebih, kekhawatiran semakin muncul setelah melihat wacana Pam Swakarsa disebut akan terintegrasi dengan perkembangan teknologi informasi dan berbagai fasilitas Polri.
"Jika kedua ini terjadi, artinya 'mempersenjatai sipil'. Jadi abuse of power ini," kata Asfinawati saat dihubungi Kompas.com, Jumat (22/1/2021).
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Komjen Listyo Tak Singgung Masalah Represifitas di Internal Polri
Baca juga: Pengamat : DPR Terima Komjen Pol Listyo Sebagai Kapolri Sangat Tepat
Menurutnya, dengan adanya aturan tersebut, masyarakat sipil yang tergabung dalam Pam Swakarsa dimungkinkan mendapatkan fasilitas Polri.
Asfinawati khawatir, salah satu fasilitas teknologi Polri seperti penyadapan dan lain-lain mampu diakses masyarakat sipil yang tergabung dalam Pam Swakarsa.
"Integrasi dengan teknologi dan fasilitas-fasilitas. Pertanyaannya ini apa maksudnya? Apakah mereka dibuat database? Atau bisa mengakses fasilitas teknologi Polri seperti penyadapan dan lainnya," jelas dia.
Menurutnya, penggunaan fasilitas dan teknologi Polri juga berpotensi menimbulkan tindakan kekerasan yang dilakukan Pam Swakarsa kepada masyarakat sipil.
Padahal, Pam Swakarsa pada dasarnya adalah sekelompok masyarakat sipil yang dikukuhkan oleh Polri untuk mewujudkan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Ia menilai, sipil yang "dipersenjatai" sama saja seperti kelompok-kelompok organisasi masyarakat (ormas) yang kerap menggunakan kekerasan.
Baca juga: Polri Sebut Tak Ada Tradisi Khusus Menjelang Pelantikan Komjen Listyo Sebagai Kapolri Baru
Baca juga: Pergantian Kabareskrim Diproses Wanjakti Setelah Komjen Listyo Dilantik Jokowi
"Pam Swakarsa dalam sejarah politik Indonesia kan digunakan untuk memukul gerakan kritis masyarakat, termasuk demonstrasi," ujarnya.
"Ini aneh, karena dalam Undang-Undang (UU) Ormas sudah ditegaskan ormas tidak boleh melakukan tindakan seperti penegak hukum."
"Tetapi, ini malah bertentangan dengan aturan ormas tersebut," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Achmad Nasrudin Yahya)