TRIBUNNEWS.COM - Berbeda dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyebut banjir di Kalimantan Selatan tidak semata-mata disebabkan oleh curah hujan.
Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman, mengatakan, bencana banjir yang merendam puluhan ribu rumah di Kalimantan Selatan itu bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi.
"Bukan semata-mata karena curah hujan yang tinggi, tapi ada faktor lain yang mempengaruhi juga sampai banjir ini bisa sampai besar," kata Edo saat berbicara di acara Mata Najwa, Rabu (20/1/2021).
Pihaknya menyoroti adanya lahan di wilayah Kalimantan yang kini sudah banyak digunakan untuk kepentingan tertentu.
Menurutnya, faktor tersebut juga memberi pengaruh yang cukup besar terkait bencana banjir itu.
"Jadi hasil pengamatan teman-teman Walhi Kalimantan Selatan, bahwa hampir setengah daratan dari Kalimanatan saat ini sudah ada intervensi aktivitas ekstraktif di sana," kata Edo.
"Yang tentu juga menurut kami ini memberi pengaruh faktor cukup besar sehingga kemudian banjir yang terjadi ini sangat luar biasa," sambungnya.
Baca juga: UPDATE Banjir Kalsel: Korban Meninggal Dunia Mencapai 9 Orang
Baca juga: Demokrat Sebut Pernyataan Jokowi Soal Banjir Kalsel Karena Hujan, Terkesan Tutup Mata
Menurutnya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap izin-izin penggunaan lahan di sana.
"Saya kira itu langkah yang memang harus dilakukan hari ini, kalau kemudian bahwa fakta banjir hari ini sangat erat kaitannya juga dengan menurunnya kondisi ekosistem kawasan hutan,” kata dia.
Izin yang telah dikeluarkan itu harus dicek apakah memberi dampak terhadap penurnan daya dukung dan daya ekosistem serta.
Selain itu, kewajiban-kewajiban bagi penerima izin juga harus dicek pula, apakah masih ada hal yang belum dijalankan.
"Izin-izin yang kemudian sudah dikeluarkan kenapa penting dievaluasi? Karena pertama, itu memberikan dampak terhadap penurunan daya dukung, daya ekosistem,” kata Edo.
“Nah yang kedua, apakah kemudian keberadaan-keberadaan ini, itu yang betul-betul dijalankan dengan benar atau kemudian ada hal-hal lain yang mengarah ke pelanggaran, misalnya seperti itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, selain evaluasi izin, penegakan hukum yang tepat juga mesti dilakukan bagi pelanggar izin itu.
"Selain evaluasi, penegakan hukum pun memang harus dilakukan,” jelasnya.
Baca juga: Alih Fungsi Lahan di Kalsel Sebabkan Banjir Parah, Jokowi Diminta Panggil Perusahaan Tambang
Baca juga: Kisah Relawan Tembus Hutan dan Sungai untuk Salurkan Donasi Pada Korban Banjir di Kalsel
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut banjir yang terjadi Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Jumat 15 Januari lalu tergolong sangat besar dalam 50 tahun terakhir.
Hal itu diungkapkan Presiden saat meninjau jembatan Mataraman di Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalsel pada Senin, (18/1/2021).
"Hari ini saya meninjau banjir ke provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan," kata Presiden.
Menurut Jokowi, banjir disebabkan curah hujan yang tinggi hampir 10 hari berturut turut, yang mengakibatkan Sungai Barito meluap dan merendam sejumlah kabupaten dan kota di Kalsel.
"Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik, sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air, sehingga memang menguap di 10 kabupaten dan kota," kata Jokowi.
Diberitakan sebelumnya sejumlah daerah di Kalsel terendam banjir sejak, Minggu (10/1/2021).
Diketahui banjir sebagaian besar melanda di wilayah Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong.
Bahkan, lebih dari 10.000 terendam banjir dengan ketinggian bervariasi antara 0,5m hingga 3,0m
Banjir juga mengenangi ruas jalan utama provinsi dan merobohkan jembatan utama provinsi.
(Tribunnews.com/Tio)