TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan perdana perkara nomor 78/PHP.GUB-XIX/2021 yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 3 Pemilihan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin-Imron Rosyadi, pada Rabu (27/1/2021).
Paslon Agusrin-Imron menggugat KPU Provinsi Bengkulu tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilgub Bengkulu tahun 2020.
Dalam pokok perkaranya, Pemohon mendalilkan kehilangan suara karena terjadi eksodus pemilih yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dilakukan oleh Paslon Nomor 2 Rohidin Mersyah-Rosjonsyah.
Eksodus pemilih itu diperkirakan mencapai 100 ribu suara, dengan melibatkan oknum KPPS di lima kabupaten, antara lain Mukomuko, Bengkulu Utara, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur.
"Adanya eksodus pemilih yang dilakukan oleh Paslon Nomor 2 secara Terstuktur Sistematis dan Masif (TSM) dengan melibatkan oknum KPPS di sejumlah 5 Kabupaten," kata Yasrizal Yahya selaku kuasa hukum Pemohon.
Baca juga: Gempa Bumi Magnitudo 4,9 di Bengkulu Selatan Getarannya Terasa Hingga Liwa Lampung Barat
Selain itu Pemohon juga mendalilkan terjadi sebuah instruksi untuk merusak surat suara Paslon Nomor 3 atas perintah orang tidak dikenal (OTK). Perbuatan itu mengakibatkan suara tidak sah Paslon Nomor 3 mencapai 65.000 suara.
Atas hal itu, Pemohon dalam petitumnya meminta Majelis Hakim MK memberikan keputusan dengan amar menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya.
MK juga diminta memerintahkan Termohon yakni KPU Provinsi Bengkulu untuk mendiskualifikasi Paslon Nomor 2 Rohidin Mersyah-Rosjonsyah.
Menyatakan tidak sah dan batal Keputusan KPU Provinsi Bengkulu Nomor 119/PL.02.6-Kpt/17/Prov/XII/2020 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilgub Bengkulu tahun 2020.
Serta menetapkan Pemohon sebagai Paslon dengan perolehan suara terbanyak dan menjadikan sebagai Paslon terpilih Pilgub Bengkulu 2020.