TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menolak kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold menjadi 5 persen.
Diketahui, dalam Draf Revisi Undang-Undang Pemilu yang diberikan Komisi II kepada Badan Legislasi DPR RI, ambang batas parlemen naik menjadi 5 persen.
Kepala Bidang Media dan Informasi sekaligus juru bicara PKPI Sonny Tulung mengatakan naiknya ambang batas parlemen tak ubahnya sebagai upaya mengkerdilkan demokrasi.
"PKPI menolak kenaikan Parliamentary Threshold menjadi 5 persen. Hal ini merupakan upaya mengkerdilkan demokrasi. Jutaan suara partai tidak akan terakomodir atas naiknya ambang batas tersebut," ujar Sonny, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (27/1/2021).
Sonny menegaskan kenaikan ambang batas parlemen menjadi 5 persen hanya akan menguntungkan bagi partai-partai politik besar.
Baca juga: Gerindra Tidak Keberatan Ambang Batas Parlemen Naik Jadi 5 atau 7% pada Pemilu 2024
"Itu hanya akan menguntungkan partai besar. Padahal seharusnya demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi peserta demokrasi selain partai-partai besar," jelas Sonny.
Sebelumnya diberitakan, Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu masih terus dibahas di DPR.
Tribunnews mendapatkan draf tersebut dari Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi pada Senin (25/1).
Dalam draf RUU Pemilu itu dicantumkan adanya kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Dikutip Tribunnews.com dari draf RUU Pemilu pada Rabu (27/1/2021), ambang batas parlemen menjadi 5 persen.
Sehingga parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara minimal 5 persen.
Aturan itu tertuang dalam draf RUU Pemilu Pasal 217. Berikut isi dari Pasal 217 dalam draf RUU Pemilu tersebut :
Pasal 217
Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.