SEBAGAI mantan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TN), Prabowo Subianto punya banyak kenangan dengan para sesepuh dan seniornya.
Di antaranya dengan Jenderal (Purn) Wismoyo Arismunandar.
Alumni Akademi Militer 1963 itu pernah menjadi atasan langsung Prabowo di korps baret merah Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kemudian berubah nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Prabowo mengawali karier militernya di TNI Angkatan Darat pada tahun 1974 sebagai seorang Letnan Dua (Letda), setelah lulus dari Akademi Militer di Magelang.
Dari tahun 1976 hingga 1985, ia ditugaskan di Kopassandha yang kala itu menjadi pasukan khusus Angkatan Darat.
Saat itulah ia mulai mengenal Wismoyo.
Kala itu Wismoyo menjabat sebagai Wakil Asisten Pengaman (Waaspam) Danjen Kopassanda berpangkat Letkol.
"Sementara saya berpangkat Letnan dua," kata Prabowo melalui keterangan tertulisnya, Kamis (28/1/2021).
Sebagai perwira muda, Prabowo mengaku terkesan dengan keteladanan Wismoyo.
Ia menceritakan pernah suatu ketika pasukannya hendak berlatih terjun payung di Lampung. Kala itu Wismoyo hendak turut serta, padahal lututnya sedang bermasalah.
"Beliau tetap mau ikut, padahal lutut beliau sedang cedera saat itu. Akhirnya disiasati agar beliau diarahkan terjun dan mendarat ke arah danau. Bagi kami lebih baik beliau basah kuyup masuk danau ketimbang luka lututnya bertambah parah. Beliau selalu memberi teladan," ucap Prabowo.
Selama di militer Wismoyo juga banyak mengajarkan nilai-nilai kehidupan sebagai TNI hingga berbagai ajaran filosofis yang kata Prabowo masih dia anut hingga saat ini.
"Beberapa filosofi yang selalu beliau sampaikan kepada saya dan sampai sekarang saya pakai adalah "Disiplin adalah napasku, kesetiaan adalah jiwaku, kehormatan adalah segala-segalanya," kata dia.
Salah satu nasihat dari Wismoyo yang masih diingat oleh Prabowo hingga saat ini adalah untuk tidak menjelek-jelekan orang lain.
"Beliau juga selalu mengingatkan ojo ngerasani wong artinya jangan menjelekkan orang lain," kata Prabowo.
Baca juga: Wismoyo Meninggal Dunia, Ketum KONI Marciano Norman Turut Berdukacita
Namun, dari semua perjalanan perkenalannya dengan Wismoyo, hal yang tak akan pernah dilupakan Prabowo adalah kejadian 1978 silam.
Saat itu Prabowo pertama kali didaulat memimpin 100 pasukan sebagai komandan kompi untuk melaksanakan operasi pertama.
"Saat saya akan berangkat operasi pertama sebagai komandan kompi pada akhir Oktober 1978. Pukul 20.00 WIB malam sebelum take off pukul 04.00 WIB dari Bandara Halim Perdanakusuma, beliau memanggil saya," tutur Prabowo.
"Beliau memanggil saya, menanyakan persiapan saya yang akan menjalankan operasi. Saya menjelaskan semua peralatan sudah siap. Mulai dari senjata, peluru, kompas hingga obat-obatan," kata Prabowo.
Namun jawaban itu tak membuat Wismoyo puas.
Berkali-kali Prabowo ditanya dengan pertanyaan yang sama, yakni persiapannya sebelum berangkat.
Berulang kali juga Prabowo menjawab hal yang sama terkait persiapannya memimpin 100 pasukan ke medan tempur.
"Barulah, setelah berulangkali saya menjawab dan beliau bertanya lagi. Beliau menjelaskan maksud pertanyaan beliau," kata dia.
Ternyata kata Prabowo, pertanyaan Wismoyo ini adalah soal tanggung jawab yang mesti diemban Prabowo.
Di usia yang saat itu masih tergolong muda, Prabowo dipercaya memimpin 100 nyawa pasukan dan akan menghadapi bahaya maut.
"Karena itu beliau mengingatkan saya untuk dekat kepada Tuhan, Allah SWT, barulah saya paham pertanyaan beliau," kata dia.
"Kemudian beliau masuk kamar dan saat ke luar beliau membawa bungkusan dan diberikan kepada saya. Dan, isi bungkusan tersebut adalah sajadah, beliau meminta saya menaruh sajadah itu dalam ransel saya selama bertugas," kata Prabowo.
Baca juga: Menhan Prabowo Kenang Saat Latihan Terjun Payung Bersama Wismoyo Arismunandar
Dengan segala kenangan itu, kepergian Wismoyo meninggalkan duka mendalam bagi Prabowo.
"Beliau adalah salah satu guru saya di TNI. Beliau banyak mengajarkan nilai-nilai penting kepada saya saat di TNI," ujar Prabowo.
Wismoyo meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan pada Kamis (28/1/2021) kemarin.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu meninggal lantaran sakit yang dideritanya.
Setelah disemayamkan di rumah duka di Jalan Gempok Nomor 10 Raya, Bambu Apus, Jakarta Timur, jenazah Wismoyo kemudian dibawa Solo untuk dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.
Pemakamannya digelar secara militer dengan inspektur upacara Pangkostrad Letjen TNI Eko Margono.
Dalam kariernya Wismoyo pernah menjabat banyak posisi.
Ia tercatat pernah menjabat Dangrup I Kopassandha (Kopassus) pada 1978-1982, lalu Wadan Kopassandha 1982 hingga 1983, hingga menjabat sebagai Danjen pada 1883 hingga 1985.
Setelah Danjen Kopassus, Wismoyo juga tercatat pernah menjabat sebagai Kasdam IX/Udayana pada 1985 hingga 1987, Pangdam VIII/Trikora1987-1988, Pangdam IV/Diponegoro 1988 hingga 1990, Pangkostrad 1990 hingga 1992, Wakasad pada 1992 hingga 1993 dan KSAD pada 1993 hingga 1995.
Wismoyo sempat menjadi kandidat Panglima ABRI, namun Soeharto lebih memilih Feisal Tanjung. Selepas pensiun, Wismoyo menjabat sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Wismoyo adalah adik ipar Soeharto.
Pria yang lahir di Bondowoso, Jawa Timur, 10 Februari 1940 itu menikah dengan Sri Hardjanti pada 1968.
Sri Hardjanti adalah adik kandung Ibu Tien, yang merupakan istri Soeharto.
Putri Soeharto, Titiek, membeberkan awal kedekatan keluarganya dengan alumi Akmil 1963 itu bermula ketika Wismoyo menjadi pengawal Soeharto.
"Kami cukup dekat karena dulu (Wismoyo) jadi pengawal Bapak sejak tahun 60 atau 70-an," ujar Titiek saat ditemui di Astana Giribangun, Kamis (28/1/2021).
Selama menjadi pengawal Soeharto itulah Wismoyo menjadi sering bertemu dengan keluarga besar, termasuk adik Tien Soeharto, Siti Hardjanti.
Titiek menyebut pernikahan Wismoyo dengan Siti Hardjanti berjalan natural dan bukan dijodohkan.
Baca juga: Zainudin Amali: Pengabdian Wismoyo Arismunandar di Dunia Olahraga Begitu Terasa
"Terus akhirnya ketemu dengan adiknya ibu. Tidak (dijodohkan), ya sering ketemu, ada di rumah jadi lirik-lirikan," kenang Titiek.
Sementara kakak Titiek, Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto pada 2018 silam pernah menceritakan bagaimana perannya sebagai 'mak comblang' antara Wismoyo dengan Siti Hardjanti alias Bu Datiet atau Bu Tiek.
Kisah itu diungkapkan Mbak Tutut di media sosial.
"Waktu itu saya sampaikan ke Om Moyo kalau sedang ditunggu Bu Tiek di suatu tempat. Begitu pula saya sampaikan ke Bu Tiek, saya sampaikan kalau ditunggu Om Moyo di suatu tempat. Jadi dua-duanya merasa ditunggu… Sampai akhirnya menikah," tulis Tutut.
"Setelah menikah beliau berdua saling meledek. Bu Tiek menyampaikan kalau dulu kan Om Moyo yang meminta bertemu di suatu tempat. Sebaliknya, Om Moyo juga menyampaikan, Bu Tiek yang meminta Om Moyo menemui Bu Tiek di suatu tempat."
"Akhirnya beliau berdua tahu kalau saya 'bohongi'. Saya dipanggil. 'Ternyata ya.. kamu yang menjebak Om dan Bu Tiek," kata beliau berdua. Saya tertawa sambil bicara, "Tapi cinta kan… seneng kan…". Terus saya pergi," tulis Tutut.(tribun network/git/dod)