Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, Jumat (29/1/2021).
Isnan akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ia bakalan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Saksi Isnan Fajri akan diperiksa untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Menteri KKP Trenggono Hentikan Ekspor Benih Lobster Sampai Ditemukan Solusi Terbaik
Baca juga: KKP Tak Terbitkan Izin Kapal Ikan Asing Beroperasi di Perairan Indonesia
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Baca juga: Potensi Kerugian Negara Rp 56 Miliar dari Tiga Kali Ekspor Benih Lobster Ilegal
Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang untuk Edhy Prabowo dari para Eksportir Benih Lobster
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.