TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak setuju dengan aturan calon kepala daerah yang maju sebagai peserta Pemilu, harus menjadi anggota partai politik (Parpol).
"Salah satu isu menarik di RUU Pemilu adalah kepala daerah mesti dari partai politik. Saya berpendapat jangan buat aturan ini," Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera saat dihubungi, Jakarta, Jumat (29/1/2021).
"Sudah cukup konstitusi menggaris bawahi yang dari partai politik adalah calon dari presiden, karena calon dari presiden tidak ada independen," sambung Mardani.
Menurutnya, calon kepala daerah sebaiknya dibiarkan ada calon independen, agar menciptakan kompetisi yang sehat antara kandidat perorangan dan dari parpol di daerah.
"Sehingga masyarakat punya kesempatan untuk memilih yang terbaik," paparnya.
Jika ke depan, kata Mardani, kepala daerah ingin maju ke kontestasi politik nasional seperti Pilpres, maka perlu persyaratan menjadi anggota Parpol.
Baca juga: Caleg-Capres Minimal Lulusan Pendidikan Tinggi, Gerindra: Syarat Ijazah Itu Kuno Tak Relevan Lagi
"Jadi tidak perlu ada persyarakat partai politik dari calon kepala daerah, biarkan pintu calon independen dibuka karena kita ingin kompetisi yang sehat di daerah," paparnya.
Dalam draf RUU Pemilu, Pasal 182 menyebut calon presiden, wakil presiden hingga kepala daerah harus menenuhi beberapa persyaratan jika ingin maju menjadi peserta Pemilu dengan dukungan Parpol.
Satu di antaranya, wajib menjadi anggota partai politik, yang tertuang dalam persyaratan di dalam Pasal 2 huruf dd.
"Menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu kecuali bagi calon anggota DPD maupun pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta calon Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota yang maju lewat jalur perseorangan," bunyi Pasal 182 ayat (2) huruf dd draf revisi RUU Pemilu.
Sebelumnya, syarat tersebut tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang saat ini masih berlaku.
Dalam UU tersebut, syarat menjadi anggota anggota parpol hanya berlaku untuk bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.