Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan gugatan sengketa Pemilihan Bupati Kepulauan Aru, Maluku, pada Jumat (29/1/2021).
Perkara dengan nomor registrasi 38/PHP.BUP-XIX/2021 itu diajukan pasangan calon nomor urut 02 Timotius Kaidel dan Lagani Karnaka.
Pemohon keberatan dengan Keputusan KPU Kabupaten Kepulauan Aru yang menetapkan paslon nomor urut 01 Johan Gonga dan Muin Sogalrey sebagai pemenang Pilkada dengan perolehan 27.473 suara.
Pemohon yang memperoleh 23.498 suara, menyebut telah terjadi pelanggaran proses pemilihan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan paslon 01 selaku pihak terkait, maupun pihak KPU Kepulauan Aru.
Baca juga: Caleg-Capres Minimal Lulusan Pendidikan Tinggi, di Draf RUU Pemilu Komisioner KPU Kota Minimal SMA
Bahkan menurut Pemohon pelanggaran itu sudah dipersiapkan sejak awal Pilkada digelar.
Mulai dari proses penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), tahapan kampanye, masa tenang, hingga saat tahap pemungutan dan rekapitulasi penghitungan suara.
"Pelanggaran-pelanggaran tersebut telah dipersiapkan secara terencana sejak awal, mulai dari proses pembuatan Daftar Pemilih Tetap (DPT), proses kampanye dan masa tenang, saat pencoblosan hingga proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten," ujar kuasa hukum Pemohon Fidelis Angwarmasse, Jumat.
Baca juga: Sengketa Pilbup Padang Pariaman: Pemohon Dalilkan Keberpihakan KPU dan Bawaslu Terhadap Petahana
Kubu Pemohon juga mendalilkan telah terjadi upaya penghilangan penggunaan hak pilih oleh KPU secara TSM. Akibatnya, banyak pemilih tak bisa menggunakan hak pilihnya.
Perbuatan itu diawali dengan melakukan penggandaan DPT, sengaja tak menyampaikan formulir model C, serta sengaja tidak menyosialisasikan secara benar soal pemilih hanya dapat memilih dengan menunjukkan e-KTP atau surat keterangan (suket).
Selain itu kata Pemohon, terjadi kejanggalan DPT di mana data awal tidak diambil dari data DPT Pemilihan Legislatif Kabupaten Aru tahun 2019 yang seharusnya otomatis menjadi Daftar Pemilih Sementara Pilbup Kepulauan Aru tahun 2020.
Baca juga: Draf RUU Pemilu Cantumkan Jadwal Pilkada 2022, Bagaimana Tanggapan KPU?
Alhasil banyak pemilih yang sebelumnya masuk dalam DPT Pemilihan Legislatif 2019, tak lagi masuk dalam DPT di Pemilihan Bupati Kepulauan Aru tahun 2020.
"Upaya penghilangan pengguna hak pilih oleh Termohon secara TSM mengakibatkan banyak pemilih tidak dapat menggunakan pilihnya," ucap dia.
Atas hal ini, Pemohon dalam petitumnya meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Kepulauan Aru tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilihan Bupati Kepulauan Aru Tahun 2020.