TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Moderat Indonesia (JMI) meminta Polri perkuat internal dari pusat sampai daerah, untuk menghadapi berbagai persoalan intoleransi dan terorisme di Tanah Air.
"Dibutuhkan perencanaan yang matang oleh seluruh pejabat pimpinan Polri di pusat dan daerah untuk menghadapi berbagai persoalan intoleransi, radikalisme dan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme," kata Direktur Eksekutif JMI, Islah Bahrawi, Jakarta, Sabtu (30/1/2021).
Menurutnya, Polri juga harus bertindak secara konsekuen dan terukur sebagaimana konsep Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan (Presisi), yang dicanangkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Baca juga: Ketum Rabitah Alawiyah: Kapolri Bangun Jembatan yang Putus Antara Polri dan Ulama
Selain itu, kata Islah, pemerintah pusat harus melakukan pencegahan dan penindakan terhadap berbagai potensi ancaman ekstrimisme berbasis kekerasan, dan aksi terorisme secara komprehensif.
"Penanganan persoalan itu juga tidak cukup hanya mengandalkan pada pemerintah saja, tetapi juga perlu dukungan masyarakat di dalamnya," ucapnya.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Aturan itu terdiri dari tiga pilar, yakni pencegahan, penegakan hukum, dan kemitraan.
Baca juga: Bawa Pisau Nyaris Tusuk Imam Masjid, Keluarga Sebut Pelaku Alami Gangguan Jiwa, Dibawa ke RS Polri
Peraturan yang dibuat Presiden Joko Widodo itu, dinilai bentuk kebijakan politik negara yang melihat persoalan ekstrimisme kekerasan, dan terorisme merupakan bentuk ancaman yang nyata bagi Indonesia.
"Sikap intoleransi menjadi benih-benih awal yang membawa kecenderungan pada lahirnya radikalisme, ekstrimisme kekerasan dan terkadang mengarah pada aksi terorisme," tuturnya.