Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Presiden Moeldoko menilai tudingan sejumlah pengurus Demokrat yang menyebut dirinya akan mengkudeta Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan dagelan.
"Itu menurut saya sih kayaknya ini kayak dagelan saja gitu. lucu-lucuan," kata Moeldoko di kediamannya, Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, (3/2/2021).
Menurut Moledoko dirinya tidak mungkin mau mengudeta partai.
Baca juga: Tanggapi Tudingan AHY Terkait Kudeta Partai Demokrat, Moeldoko: Kenapa Mesti Takut Dia?
Moeldoko mengatakan dirinya tidak melakukan pengambilalihan paksa partai karena setiap partai memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai (AD/ART).
"Moeldoko mau kudeta. lah kudeta apaan yang dikudeta? anggap lah begini. Saya punya angkatan bersenjata anggaplah Panglima TNI ingin jadi ketua Demokrat emangnya saya bisa itu todong senjata itu para DPC, DPD heh datang ke sini saya todongin senjata," katanya.
Lebih lucu lagi menurut Moeldoko, ia disebut akan mengkudeta partai Demokrat untuk dijadikan kendaraan politik pada Pilpres 2024.
Baca juga: Cerita Ruhut Sitompul Diminta Bujuk Moeldoko Jadi Ketua Umum Demokrat
"Terus dibilangin jadi presiden lah ya, tidak ada itu. Kerjaan saya setumpuk gini ngurusin yang nggak-nggak saja. Jangan lah apa itu membuat sesuatu," katanya.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
AHY menyebut, hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
Baca juga: DPD dan DPC Demokrat Kalbar Telah Teken Kesetiaan Terhadap AHY
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/2/2021).
AHY menyatakan, menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang didapatkan, gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
AHY menyebut, gerakan tersebut terdiri dari kader secara fungsional, mantan kader dan non-kader.
Gabungan dari pelaku gerakan itu ada 5 (lima) orang, terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai, karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu.
Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan.
"Tentunya kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam permasalahan ini," ucap AHY.
Karena itu, AHY sejak pagi tadi telah bersurat secara resmi kepada Presiden Jokowi untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi terkait gerakan politik yang disebut inkonstutional itu.
"Tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini," pungkasnya.
Turut mendampingi AHY saat jumpa pers, yakni Sekjen Demokrat Teuku Riefki Harsya, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Panjaitan, Majelis Kehormatan Partai Demokrat Nahrawi Ramli, dan para keder Demokrat lainnya.