TRIBUNNEWS.COM - Partai Demokrat memberikan respons atas tanggapan Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko soal dugaan upaya menggulingkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Sebelumnya, setelah AHY mengungkap dugaan upaya pengambilalihan Partai Demokrat, Moeldoko memberi tanggapan.
Hal ini karena AHY menyebut upaya kudeta itu dilakukan di antaranya oleh orang di luar Partai Demokrat dan merupakan pejabat di lingkar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam tanggapannya, Moeldoko mengakui adanya pertemuan dengan kader dan manten kader Demokrat.
Namun, pertemuan itu, lanjut Moeldoko, dilakukan di rumah.
"Beberapa kali banyak tamu yang berdatangan ya, dan saya orang yang terbuka. Saya mantan Panglima TNI, tapi saya tidak memberi batas dengan siapapun, apalagi di rumah ini mau datang terbuka 24 jam, siapapun," katanya.
Baca juga: Ketua DPC Demokrat Kota Bogor : Iuran ke DPP untuk Sumbangan Korban Bencana Alam
Mantan Panglima TNI di era SBY ini juga mengaku tidak memahami konteks dari tamu-tamunya itu.
"Secara bergelombang mereka datang, berbondong-bondong, ya kita terima, konteksnya apa? Ya saya tidak mengerti dari ngobrol-ngobrol itu biasanya diawali dari pertanian karena saya memang suka pertanian, berikutnya pada curhat tentang situasi yang dihadapi, ya gue dengerin aja gitu," lanjut Moeldoko.
Atas pernyataan Moeldoko itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra memberi tanggapan.
Herzaky membantah pernyataan Moeldoko yang mengatakan pertemuan dengan kader Demokrat dilakukan di rumah Moeldoko.
"Pertemuan antara Moeldoko dan beberapa kader Demokrat tidak dilakukan di rumah melainkan di luar rumah," katanya sebagaimana dikutip dari akun Youtube Partai Demokrat, Selasa (3/2/2021).
Herzaky mengungkapkan, kedatangan kader Demokrat ke Jakarta untuk bertemu dengan Moeldoko dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
Akomodasi kader yang diundang, ditanggung oleh pelaku gerakan.
"Ada yang mengundang, membiayai tiket pesawat, menjemput di bandara, membiayai penginapan termasuk konsumsi," ujar dia.
Herzaky juga heran dengan pernyataan Moeldoko yang menyebut ia tidak memahami konteks pembicaraan saat bertemu dengan kader Demokrat.
Pasalnya, informasi yang ia dapat, pertemuan itu untuk mengusung Moeldoko sebagai Capres 2024 dan mempersiapkan Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat.
"Jika Moeldoko mengatakan tidak memahami konteks pembicaraan sungguh sulit dipahami. Berdasarkan keterangan yang kami miliki, pembahasan utama yang disampaikan oleh pelaku gerakan dalam pertemuan itu adalah mengusung KSP Moeldoko sebagai Capes 2024," bebernya.
Baca juga: Marzuki Alie Pernah Sindir SBY dan Ungkap Sinyal Keluar dari Demokrat, Kini Dituding Terlibat Kudeta
Terkait surat AHY ke Jokowi, Herzaky menerangkan, pengiriman surat itu bentuk komitmen dan kesepakatan kedua pihak untuk menjaga hubungan baik dan komunikasi yang lancar.
Selain itu, pengiriman surat itu juga untuk menghentikan orang-orang yang kerap mencatut nama Presiden.
Komitmen ini dilakukan juga untuk menghentikan orang-orang yang gemar mencatut dan mengatasnamakan Presiden maupun Ketua Umum Demokrat untuk tujuan adu domba," ujar dia.
Selengkapnya pernyataan Herzaky bisa Anda simak di video ini:
Empat Faksi Ingin Perubahan Kepemimpinan di Demokrat
Sejumlah mantan kader Demokrat menggelar konferensi pers.
Konferensi pers itu menyikapi pernyataan AHY.
Di antaranya hadir mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Yus Sudarso, mantan Ketua DPD Demokrat Sulteng Ahmad Yahya, mantan Wasekjen Demokrat Tri Yulianto, mantan Wasekjen Demokrat Syofwatillah Mohzaib, mantan anggota DPR Anton Rifai, dan mantan pimpinan pengawas komisi Demokrat M. Darmizal.
Mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Yus Sudarso menyebut, ada empat faksi di dalam partai berlambang mercy, ingin adanya perubahan kepemimpinan.
"Setidaknya saya amati dan saya tahu ada empat faksi dalam pertemuan ini," ujar Yus di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Faksi pertama, kata Yus, orang-orang yang bermuara kepada pendiri dan mantan ketua umum Partai Demokrat, yaitu Subur Budi Santoso.
Kedua, faksi ketua umum Demokrat hasil Kongres 2005 di Bali, yaitu Hadi Utomo (almarhum).
"Kebetulan saya sebagai koordinator pemenangan Hadi Utomo-Marzuki Alie," ucap Yus.
Baca juga: Dugaan Kudeta Demokrat, Komunikolog Politik : Pemerintah Perlu Beri Perlindungan pada Partai Politik
Faksi ketiga yaitu, Anas Urbaningrum yang merupakan ketua umum Demokrat hasil Kongres di Bandung pada 2010.
"Keempat, faksi Pak Marzuki Alie, di sini ada mesin pemenangannya Pak Syofwatillah Mohzaib," paparnya.
Menurut Yus, empat faksi tersebut tanpa melakukan rencana bertemu, tetapi memiliki pemikiran ingin membawa Partai Demokrat lebih baik seperti dulu.
"Apa salahnya kami seperti pendiri di saat awal menjemput Pak SBY untuk mengantarkan beliau ke pemimpinan RI tahun 2004," tuturnya.
"Dan juga apa salahnya kami, kalau hari ini menjemput figur, tokoh ke depan, apa salahnya Pak Moeldoko, seperti senior sebelumnya menjemput SBY," sambung Yus.
(Tribunnews.com/Daryono/Taufik Ismail)