TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik M Qodari mengaku terkejut dengan mencuatnya isu pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (PD) dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
AHY yang terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2020-2025, belum genap satu tahun menjabat.
"Ini cukup mengejutkan karena kongresnya baru selesai, ketua umum baru terpilih, apalagi dengan cara aklamasi," ucap Qodari kepada Tribunnews.com, Kamis (4/2/2021).
Bila AHY terpilih secara aklamasi harusnya tidak ada gerakan politik sesudahnya.
Qodari berpendapat, adanya gerakan politik mengambil alih tongkat kekuasaan dari AHY menjadi bukti kuat bahwa kemenangan aklamasi pada Maret 2020 lalu bukanlah aklamasi yang sejati.
"Artinya aklamasi partai Demokrat pada tahun lalu itu, Maret 2020 itu, sebetulnya bukan aklamasi yang sejati," ucap Qodari.
Baca juga: Presiden Jokowi Tak Akan Tanggapi Surat AHY, Demokrat: Saksi Bilang Ada Restu dari Pak Lurah
Aklamasi yang sejati, lanjut Qodari, terjadi ketika ada satu tokoh yang dianggap sangat kuat, sangat legitimate, sangat tepat untuk menjadi ketua umum, dan diterima oleh semuanya.
"Jadi kalau belum setahun sudah ada gerakan politik, itu menandakan bahwa kekuasaan di Demokrat saat ini tidak bulat," pungkas Qodari.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Partai Demokrat, setidaknya ada lima nama yang disebut akan melakukan kudeta terhadap AHY.
Nama-nama tersebut merupakan anggota Partai Demokrat yang masih aktif dan non aktif.
Sementara satu orang yang disebut-sebut diusung jadi pengganti AHY adalah Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan.
Qodari menyebut, gerakan pengambilalihan kekuasaan ini merupakan dinamika yang sedang dihadapi keluarga besar Partai Demokrat.
"Sebetulnya menurut saya kalau dari jumlah orang itu, maka kemudian ini adalah dinamika keluarga besar Demokrat. Katakanlah begitu," tutup Qodari.